Peter Drucker menggambarkan knwledge worker sebagai seseorang yang memiliki, considerable theoretical knowledge and learning…” atau secara bebas dapat dikatakan sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan teori dan pembelajaran yang cukup.
Jadi saya bertanya, apakah guru memenuhi definisi pekerja pengetahuan “knowledge” seperti yang dijelaskan oleh Drucker? Berdasarkan definisi di atas jawabannya adalah ya.
Tapi melihat lebih lanjut, menurut Drucker, ada enam faktor yang menentukan produktivitas kerja pengetahuan. Jadi, jika guru sebagai pekerja pengetahuan, seberapa produktif mereka sebagai pekerja pengetahuan. Mari kita telusuri mereka satu per satu.
1. Produktivitas pengetahuan-pekerja menuntut agar kita bertanya, ‘Apa tugasnya? ”
Apa tugas dari guru? Apakah untuk mengajar? Apakah untuk menilai? Apakah untuk merencanakan? Apakah semua hal di atas?
Drucker akan menyarankan guru untuk bertanya, “untuk apa saya digaji?” Dan “Apa yang harus digaji dari saya?”
Apakah guru tahu untuk apa mereka digaji? Apakah jawaban mereka cocok dengan pengurus sekolah, pengawas, anggota dewan, dan jawaban masyarakat?
2. Ini menuntut kita memaksakan tanggung jawab untuk produktivitas mereka sebagai pekerja pengetahuan itu sendiri. Knowledge worker harus mengelola sendiri. Mereka harus memiliki otonomi.
Guru, jika mereka menjadi pekerja pengetahuan, harus memiliki tanggung jawab pribadi untuk memastikan mereka berhasil menyelesaikan tugas. Mereka harus mampu mengelola dirinya sendiri.
Salah satu aspek dari otonomi individu adalah bahwa dalam kelas guru bebas untuk menggunakan pengetahuan mereka untuk menyelesaikan tugas yang terbaik.
Namun, banyak guru tidak memiliki otonomi individu, mereka berusaha membagi waktu, mondar-mandir, administrasi kurikulum, dll tampaknya ada beberapa konflik antara deskripsi Drucker dan realitas untuk guru kelas. Juga, jika guru memandang tugas sebagai mengembangkan kecintaan belajar pada siswa dan pandangan pokok tugas sebagai peningkatan nilai prestasi siswa, akan menjadi pertempuran atas berapa banyak otonomi guru harus memiliki. Seorang manajer tentu akan bergerak untuk mengurangi otonomi guru karena mereka tidak sejalan dengan definisi hasil organisasi (dan tugas).
3. Melanjutkan inovasi harus menjadi bagian dari pekerjaan, tugas, dan tanggung jawab pekerja pengetahuan.
Banyak guru terus berinovasi dan mengambil tanggung jawab untuk terus membawa ide-ide baru, teknik, metode, praktek, dll ke dalam tugas pengajaran mereka.
Namun, beberapa guru tidak. Serikat pekerja memastikan bahwa guru dilindungi terlepas dari apakah mereka mengambil tanggung jawab pribadi untuk berinovasi atau tidak.
Prinsipal, dalam banyak kasus, tidak melihat inovasi sebagai tujuan organisasi karena itu adalah tugas yang tidak mudah diukur.
4. Kerja pengetahuan membutuhkan pembelajaran terus-menerus sebagai bagian dari pekerja pengetahuan, tetapi mengajar terus menerus itu juga sama sebagai bagian dari pekerja pengetahuan.
Di sini juga ada realitas yang saling bertentangan. Banyak guru mengambil itu atas diri untuk terus belajar, dan meningkatkan pengetahuan mereka. Pemerintah dan sekolah banyak yang berkomitmen untuk menyediakan guru berkualitas dengan terus-menerus melakukan pengembangan staf.
Namun, guru tidak mungkin diperlukan untuk terus belajar dan meningkatkan pengetahuan mereka. Karena apa yang mereka lakukan adalah sama deangan menibgkatkan pengetahuan.
Selain itu, perhatikan Drucker yang mencakup “… pengajaran terus menerus pada bagian dari pekerja pengetahuan.” Dengan kata lain, guru tidak hanya harus meningkatkan pengetahuan pribadi mereka, tetapi mereka bertanggung jawab untuk berbagi pengetahuan mereka yang baru diperoleh dengan rekan-rekan mereka, sehingga meningkatkan pengetahuan organisasi.
Sangat sedikit guru yang mengambil waktu untuk secara resmi melatih rekan-rekan mereka. Sangat sedikit kepala sekolah yang meminta atau memberikan kesempatan bagi guru untuk melatih rekan-rekan mereka.
5. Produktivitas pekerja pengetahuan tidak-setidaknya tidak ada terutama-hitungan jumlah output. Kualitas adalah setidaknya yang penting.
Kualitas pembelajaran sulit diukur, jika ingin menentukannya.
Jumlah skor tes sangat mudah untuk mengukur dan mengukur dalam jumlah besar. Jadi kuantitas akan menjadi ukuran utama dari organisasi pendidikan.
Guru dan manajer pendidikan harus melihat untuk mengembangkan ukuran kualitas. Bukan tugas yang mudah, tapi satu yang diperlukan.
6. Akhirnya, produktivitas pengetahuan kerja mensyaratkan bahwa pekerja pengetahuan akan baik dilihat dan diperlakukan sebagai ‘aset’ daripada ‘biaya’. Hal ini membutuhkan bahwa pekerja pengetahuan ingin bekerja untuk organisasi dalam preferensi untuk semua kesempatan lain.
Pada masa keuangan yang sulit, pemerintah dan sekolah akan melihat guru mereka sebagai biaya. Ini adalah realitas keuangan.
Mereka harus dipandang sebagai aset, tetapi guru sendiri jauh untuk menyalahkan pemerintah gagal untuk melakukannya. Hasil akhirnya adalah bahwa sementara organisasi mungkin ingin melihat guru melalui lensa “kualitas” aset, seabagian ingin guru yang akan dilihat melalui lensa “kuantitas” yang merupakan biaya. Seorang guru yang luar biasa muda akan kalah dengan seorang guru rata-rata yang memiliki masa kerja lama.
Guru adalah pekerja pengetahuan? Ya.
Bagaimana mengaturnya?
Mengatur guru tidaklah sama dengan buruh pabrik atau pegawai kantor. Guru tidak hanya menjalankan tugas seperti pada tupoksi yang diberikan. Guru tidak sekedar mentransfer pengetahuan. Namun guru lebih jauh dalam menjalankan tanggung jawabnya karena perilakunya adalah juga pekerjaannya. Apa yang dilakukan gerak lakunya, perkataannya menjadi bagian dari hasil pekerjaannya. Sehingga memperlakukan guu didalam manajemen harusnya lebih manusiawi. Pendekatan secara pribadi adalah cara terbaik. Manajemen sekedar mengatur jalannya organisasi, namun kehidupannya adalah guu itu sendiri, guru adalah kurikulum yang hidup.
Tidaklah sepadan memperlakukan guru layaknya pekerja. Hanya paa kapitalis yang menganggap siapapun yang digaji adalah pekerja. Guru memiliki nilai moral yang lebih dibandingkan dengan yang lain. Guru mempunyai nilai-nilai sakral yang muatinya dijaga karena sebagai penerus ilmu Allah. Maka selayaknya memperlakukannya dwngan lebih hormat dwngan penuh nilai kehidupan.
Semangat pak dan bu guru.