Saat ini film telah diakui sebagai karya seni, namun tidak demikian pada awal munculnya. Meskipun pada saat kelahirannya film sangat populer, tetapi pengakuan masyarakat pada nilai artistik film masih belum terlihat.

Jika kita benar-benar ingin memahami film, maka kita harus mengetahui aspek-aspek pembangun dari sebuah film. Seperti layaknya karya seni lainnya, film juga memiliki sifat-sifat dasar dari sebuah karya seni. Seperti seni pahat, film memiliki garis, susunan, warna, bentuk, volume dan massa. Seperti seni drama, film melakukan komunikasi visual melalui laku dramatik, gerak dan ekspresi dan komunikasi verbal melalui dialog. Seperti seni musik, film mempergunakan irama yang kompleks dan halus. Seperti seni puisi, film berkomunikasi melalui citra dan metafora juga lambang-lambang. Seperti pantomim, film memusatkan diri pada gambar bergerak. Seperti seni tari, gambar bergerak pada film memiliki sifat-sifat ritmis tertentu. Seperti novel, film memiliki kesanggupan untuk memainkan ruang dan waktu. Nah, ternyata film sangat memiliki hampir semua aspek dari seni-seni yang lain.

Selain banyak persamaan dengan karya seni lain, film juga memiliki perbedaan yang merupakan nilai lebih dari karya seni lain. Film dapat bergerak bebas dan tetap sehingga mampu mengatasi keterbatasan statis dari sebuah karya lukis dan pahat. Film memiliki kemampuan mengambil sudut pandang, gerak, waktu yang beragam yang tidak dapat dilakukan dengan seni drama panggung. Berbeda dengan novel, film tidak berkomunikasi dengan lambang-lambang yang tercetak pada media kertas, tetapi film berkomunikasi melalui lambang visual dan suara aslinya atau juga dengan rekayasa.

Saat ini film hampir mengakomodasi sensasi dari seluruh panca indera manusia. Mungkin masyarakat luas hanya dapat menikmati film melalui indera mata dan telinga. Namun di sejumlah gedung bioskop di luar negeri mulai diupayakan melepas aroma tertentu demi menunjang penghayatan dari sebuah cerita film. Selain itu juga dengan peralatan listrik dan teknologi komputer yang canggih, saat ini film dapat dinikmati dengan sensasi gerak dan raba. Wow, hebat bukan?.

Mengenal Film

Pentingnya menganalisa film

Sebelum kita melangkah lebih jauh, coba resapi dan simpan dalam memori anda bahwa melakukan kegiatan analisa terhadap sebuah film tidak akan menghancurkan keindahan dan kemenarikan dari film tersebut. Mengapa? Karena pada masa awal film terdapat penolakan untuk menganalisa film oleh pihak tertentu, dengan alasan akan mengurangi rasa cinta terhadap objek yang dianalisa. Sebetulnya analisa yang kita lakukan tidak perlu merusak rasa cinta kita kepada film, namun justru akan menguatkan dan bertahan dalam ingatan kita. Oleh karenanya kegiatan menganalisa sebuah film, sepakat kita sebut sebagai apresiasi film. Berasal dari kata “apreciate” yang artinya memberikan penghargaan atau menghargai.

Ingin tahu manfaat dan keuntungan dari kegitan menganalisa film?. Salah satunya adalah kita dapat mengawetkan pengalaman yang diberikan sebuah film dalam fikiran kita sehingga dapat kita simpan lebih lama dalam ingatan. Selain itu kita juga mendapatkan kesimpulan yang jelas tentang film tersebut. Jika kita sering menonton film dan menganalisanya maka kita akan memiliki kemampuan lebih selektif dalam memilih film yang akan kita tonton dan kagumi. Seiring dengan itu, kemampuan kita dalam menganalisa pun akan semakin meningkat dan tajam. 

Menonton dua kali

Ini adalah teorinya atau bisa dibilang seninya dalam apresiasi film. Apa itu? yaitu dalam melakukan apresiasi film, kita disarankan menonton setidaknya dua kali untuk sebuah film. Lebih dari dua kali diperbolehkan, malah mungkin lebih baik.  Dalam kegiatan apresiasi film, ketika kita menonton film maka akan terjadi dua peristiwa pada diri kita. Dua peristiwa itu adalah saat menonton kita akan hanyut dalam cerita dan alur film dan pada saat yang sama kita harus mempertahankan tingkat obyektifitas dan daya kritis kita.

Sering kita merasa begitu banyak dan cepatnya perkembangan cerita dalam sebuah film yang kita tonton, sedangkan kita menginginkan sebuah analisa yang lengkap. Maka untuk sebuah film kita sebaiknya  berusaha menerapkan teori menonton dua kali. Saat menonton yang pertama kita dapat menonton dengan cara biasa, kita tumpahkan semua perhatian pada unsur-unsur plot, pengaruh emosional secara menyeluruh dan ide atau tema pokok. Dan saat menonton yang kedua, biasanya kita tidak lagi terpukau kepada “apa yang terjadi”  dalam cerita film, tetapi kita dapat pusatkan perhatian pada “cara bagaimana” atau “mengapa” dari seni seorang pembuat film.

Unsur-unsur Dramatik dalam Film

Ide Cerita

Begitu banyak penulis cerita yang kesulitan mendapatkan ide cerita yang menarik. Bangunan cerita film dari jaman ke jaman sebetulnya hanya sederhana. Cerita akan dimulai dari pemaparan, konflik, klimaks, dan endingnya adalah penyimpulan atau peleraian. Namun Bagaimana membuat cerita yang bagus?. Setidaknya cerita yang bagus memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut:

1.       Dipersatukan dalam plot dan alur cerita. Sebuah plot atau alur cerita yang disatukan dengan suatu urutan peristiwa dan kejadian yang berkesinambungan, dimana antara peristiwa satu dengan peristiwa lain terjadi secara wajar dan logis. Biasanya antara peristiwa-peristiwa tersebut merupakan suatu hubungan suatu sebab akibat yang kuat.

2.       Masuk akal. Seorang pembuat film dapat menciptakan sebuah cerita yang masuk akal/kebenaran dengan cara-cara sebagai berikut:

  • Kebenaran yang dapat dilihat secara lahiriah. Ada kemiripan dengan hidup seperti yang kita alami dan amati yang disampaikan secara nyata dan natural.
  • Kebenaran batiniah dari sifat manusia. Film  jenis ini biasanya berakhir dengan happy ending. Dalam film ini orang-orang baik akan selalu menang dan yang jahat akan kalah. Dibuat demikian karena mengandung apa yang dinamakan “kebenaran batin” .
  • Kemiripan artistik dari kebenaran. Cerita yang menjadikan sesuatu yang tidak masuk akal menjadi sesuatu yang dapat dipercayai.

 

3.       Menarik. Cerita film yang menarik adalah yang mampu mengikat perhatian penonton.

4.       Ketegangan atau suspense. Untuk mengikat dan mempertahankan perhatian biasanya dengan memunculkan rasa ingin tahu penonton. Rasa ingin tahu tersebut dapat menimbulkan ketegangan sehingga timbul dorongan yang membuat penonton mengituti arus jalan cerita secara terus-menerus.

5.       Aksi atau gerak. Aksi tidak terbatas pada gerak fisik saja seperti perkelahian, pertempuran, pengejaran, dll. Tetapi juga dapat berupa aksi batiniah atau emosional yaitu aksi berlangsung dalam fikiran.

6.       Sederhana sekaligus kompleks. Teknik yang digunakan oleh pembuat film yang merupakan perpaduan antara kesederhanaan dan kompleksitas. Mereka mengkomunikasikan cerita dengan cara sederhana, jelas dan langsung tetapi juga merangsang fikiran penonton.

7.       Mampu menahan diri dalam mengolah materi emosional. Kemampuan untuk menahan diri dalam mengolah emosi cerita serta tidak melebih-lebihkan diperlukan sehingga penonton tidak merasa termanipulasi. Bahan emosional yang berlebihan justru malah akan membuat reaksi penonton tidak sesuai dengan harapan pembuat cerita. Tetapi juga tidak boleh terlalu rendah (understatement), karena penonton akan merasa direndahkan. 

 

Judul

Judul memiliki arti penting bagi penonton sebelum menonton film. Namun setelah film ditonton maka makna dari judul biasanya berbeda, akan lebih kaya dan mendalam.  Judul ibaratnya adalah sebuah pintu gerbang. Tertarik atau tidaknya penonton pada sebuah film bisa jadi dari judul film. Maka memberi judul pada sebuah film tidak boleh asal.

Macam-macam sifat dan model sebuah judul :

  1.  Striking statement, Judul yang mengejutkan, yang biasanya bombastis dan sensasional.
  2. Menggunakan nama tokoh utama, Judul model ini sangat efektif untuk menarik perhatian penonton namun sudah dapat tertebak.
  3. Ironi, Mengutarakan ide yang merupakan kebalikan dari arti yang hendak disampaikan.
  4. Mengarahkan perhatian penonton pada sebuah adegan kunci.

Dengan demikian memikirkan kemungkinan arti sebuah judul film setelah menonton film adalah bermanfaat.

Tema dan Maksud

Tema berfungsi sebagai faktor dasar pemersatu film. Menentukan tema sering merupakan sebuah proses yang sulit. Kita tidak bisa mengharapkan tema akan diungkap secara jelas di pertengahan film. Biasanya setelah melihat keseluruhan film kita akan mengetahui tema dari film tersebut.

Penggunaan kata tema pada film, sama seperti penggunaan pada novel, drama atau puisi. Tema dapat berarti ide pokok, persoalan, pesan, atau suatu pernyataan yang mewakili keseluruhan. Namun dalam ruang lingkup film terutama yang berkembang di Amerika, tema diartikan sebagai persoalan pokok atau sebuah fokus dimana film dibangun. Dalam film, persoalan pokok atau fokus dapat dikategorikan sebagai berikut:

1.       Plot sebagai tema. Film yang dibangun dengan plot sebagai tema memberikan penekanan kepada peristiwa-peristiwa yang terjadi. Seperti misalnya film petualangan atau detektif, film-film seperti ini ditujukan memberikan kesempatan kepada kita untuk sejenak melarikan diri dari kebosanan dan kejemuan dari kehidupan sehari-hari. Kejadian dan aksi-aksi dalam film seperti ini harus mampu menggugah dan berlangsung cepat. Tokoh-tokoh, ide, dan efek emosional dari film ini ditentukan oleh plot. Dan yang terpenting dari film ini adalah hasil akhirnya.

2.       Efek emosional/suasana sebagai tema. Pada film ini menggunakan efek emosional/suasana yang sangat khusus sebagai fokus atau landasan struktural. Biasanya tidak terlalu sulit untuk mengenali suasana atau emosi utama yang menguasai seluruh film.

3.       Tokoh sebagai tema. Film dengan penggambaran suatu tokoh tunggal yang unik melalui akting dan dialog. Daya tarik dari tokoh ini terkandung dalam sifat dan ciri-ciri yang membedakan mereka dari orang-orang biasa. Tema film-film seperti ini dapat dikemukakan dalam pemaparan singkat dari tokoh utama, dengan memberikan tekanan pada aspek-aspek luar biasa dari kepribadian tokoh tersebut.

4.       Ide sebagai tema. Film yang mengangkat berbagai aspek kehidupan dan pengalaman atau keadaan manusia menjadi sebuah tema film. Terkadang sangat sulit menebak tema film jenis ini, namun dapat dilakukan dengan mengidentifikasi secara teliti subyek abstrak dari film tersebut dalam satu kata ataupun kalimat seperti misalnya: cemburu, kemunafikan, prasangka, dll.

Jika kita ingin mengembangkan penemuan tema terhadap film jenis ini, dapat dengan berpedoman pada kategori berikut:

1.       Tema sebagai sebuah pernyataan moral. Film seperti ini memiliki maksud untuk meyakinkan kita tentang kebijaksanaan atau prinsip moral tertentu dan mengajak kita untuk menerapkan prinsip tersebut dalam tingkah laku kita.

2.       Tema sebagai sebuah pernyataan tentang hidup. Film seperti ini memfokuskan diri pada penunjukan sebuah “kebenaran tentang hidup”. Selain itu juga memberikan komenar tentang fitrah pengalaman manusia atau penilaian tentang keadaan manusia. Umumnya film jenis ini mencoba menambah perbendaharaan baru pada pengertian kita tentang hidup tanpa memberikan suatu pernyataan moral yang khusus, tetapi dengan memberikan petunjuk-petunjuk.

3.       Tema sebagai sebuah pernyataan tentang sifat manusia.

Berbeda dengan film yang mengangkat tokoh sebagai tema dimana tokoh adalah seorang pribadi yang unik dan berbeda dari orang-orang biasa. Film ini justru menunjukkan sifat-sifat manusia yang universal dan mewakili sifat manusia secara umum.

4.       Tema sebagai komentar sosial. Film ini ditujukan untuk membuat perubahan sosial.

5.       Tema sebagai sebuah teka-teki moral atau falsafi. Film seperti ini berkomunikasi terutama melalui lambang-lambang dan citra-citra . Untuk penafsiran pada film jenis ini sangat bersifat subyektif.

Karakterisasi

Karakter tokoh yang kuat dan jelas akan membantu pencapaian kesan dari tema yang disodorkan. Apapun bentuk dan wujud tokoh itu, apakah dia seorang manusia, binatang, benda mati seperti kayu atau batu, wayang, kartun, semua harus dapat diterima dan logis. Masih ingat film animasi “Bolt”, di film ini hampir semua diperankan oleh binatang. Namun karena karakter-karakternya dibuat secara logis, maka penonton dapat menerima dan tertarik mengikuti jalan ceritanya.

Banyak cara untuk menggambarkan tokoh agar sesuai dengan tema yang dikemukakan. Yang pertama dapat dengan secara langsung diceritakan. Cara ini yang paling mudah namun memerlukan kejelian dalam mencari titik fokus penggambaran dan mencari kata-kata yang tepat untuk melukiskannya. Cara kedua adalah dengan dialog tokoh dengan lawan mainnya. Dari dialog dapat diketahui apakah tokoh temperamental, penyabar, pendendam, dll. Cara ketiga dapat dengan cara menggambarkan tingkah laku tokoh. Ketika dia bereaksi terhadap suatu stimultan, gerak-geriknya ketika melakukan sesuatu, tergambarkan dengan jelas.dan masih banyak cara lainnya. 

Jika kita tidak memperhatikan unsur-unsur yang paling manusiawi dalam sebuah film, atau tidak tertarik pada tokoh-tokoh dan karakter-karakternya maka kecil kemungkinan bahwa kita akan tertarik pada film itu sebagai suatu keseluruhan.  Supaya dapat menarik, tokoh-tokoh haruslah masuk akal, dapat difahami dan menonjol.

Karakterisasi dapat dilihat atau ditunjukkan melalui :

  • Penampilan, Karakter yang dapat direka dari penampilan fisik (kesan visual) dari seorang tokoh, seperti pakaian yang dikenakannya, perawakan tubuhnya, dll. Dari penampilan dapat diketahui kaya atau miskin, baik atau jahat, rapi atau lusuh, menarik atau tidak menarik, dll.
  • Dialog, Karakter yang direka dari kalimat-kalimat yang diucapkan saat tokoh berdialog dengan tokoh lain. Serta bagaimana cara tokoh tersebut berucap. Fikiran, sikap dan emosi tokoh terlihat dari cara memilih kata dan tinggi rendah intonasi.  Dari dialog dapat diketahui daerah asal, tingkat pendidikan, hobi dll.
  • Aksi eksternal, Karakter yang direka dari melihat bahasa tubuh tokoh. Apakah tokoh tersebut ceroboh atau tidak, kaku atau luwes, percaya diri atau tidak, dll.
  • Aksi internal. Karakter yang direka melalui aksi batin tokoh. Aksi batin ini berlangsung dalam fikiran dan emosi tokoh terdiri dari fikiran-fikiran yang tidak diucapkan, angan-angan, aspirasi, kenangan, ketakutan, fantasi dan harapan. Realitas batin dapat ditunjukkan melalui gambar atau suara kalbu sang tokoh, dengan kilasan-kilasan, dll.
  • Reaksi tokoh-tokoh lain, Apakah dia seorang terkenal atau biasa, disayang atau dibenci, dikagumi atau diremehkan, dll.
  • Nama tokoh, Dapat diketahui daerah asal tokoh. Apakah dia orang jawa atau bali, indonesia atau amerika, kota atau desa, dll.
  • Identitas tokoh, Apakah dokter atau guru, direktur atau kuli, pelajar atau pengangguran, dll.

 

Konflik

Jika dalam suatu film tidak ada konflik maka tidak akan ada ceritanya. Konflik adalah sumber utama sebuah cerita. Unsur inilah yang mengikat perhatian kita saat menonton suatu film. Ada dua tipe konflik yaitu eksternal dan internal. Eksternal jika konflik tersebut melibatkan unsur lain dalam film dan internal jika terjadi hanya dalam diri tokoh. 

Alur dan Plot

Alur cerita atau yang sering kita sebut plot adalah bangunan sebuah cerita. Berbagai cara dapat dilakukan untuk membangun sebuah cerita.

  • Sirkuler, Sebuah plot cerita yang dimulai dari A dan kembali lagi ke A.
  • Linear, Sebuah plot cerita yang dimulai dari titik awal dan maju terus hingga titik akhir cerita.
  • Foreshadowing, Sebuah plot yang bercerita tentang kejadian yang akan terjadi di masa datang, loncat pada kejadian lain dan pada penutup bercerita kembali tentang kejadian yang sudh diceritakan di depan.
  • Flashback, Menceritakan kejadian di masa lampau.

Untuk membangun struktur sebuah cerita yang menarik maka dapat dihadirkan suspens atau kejutan. Dapat berupa kejutan yang sederhana ataupun yang mampu mengembangkan rasa penasaran penonton. Suspens yang terpelihara dengan baik dapat mengukuhkan struktur dramatik sebuah cerita.

Struktur dari sebuah cerita dapat terdiri dari:

  • Eksposisi, memberikan gambaran selintas mengenai cerita yang akan terjadi, tokoh yang memerankan, dll.
  • Konflik, saat dimana tokoh mulai terlibat dalam suatu permasalahan.
  • Klimaks,  puncak dari pokok permasalahan
  • Resolusi, pemecahan permasalahan.

Setting

Setting adalah waktu dan tempat dimana cerita sebuah film berlangsung. Setting pada umumnya merupakan unsur yang paling berpengaruh pada unsur lain seperti tema, visual efek, kostum, dll.

Empat  faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan setting :

  • Faktor temporal (waktu), masa saat cerita itu terjadi.
  • Faktor geografik, tempat dimana cerita terjadi.
  • Faktor ekonomi yang berlaku saat itu.
  • Faktor adat dan budaya yang berlaku saat itu.

Unsur-unsur Teknik dalam Film

Musik

Musik dalam film sangat berperan dalam menciptakan suasana atau mood sebuah  film. Dari musik yang ada pada film kita dapat mengetahui apakah film itu bernuansa ceria, sedih, mencekam, menegangkan, lucu dan sebagainya. Ada beberapa fungsi  musik dalam film, antara lain :

1.       Musik tema atau Theme music, Musik yang menggambarkan watak atau suasana keseluruhan suatu film. Musik tema sering digunakan sebagai musik pengenal. Dengan demikian setiap kali kita mendengar musik tertentu, kita akan tahu atau ingat film apa yang sedang diputar.

2.       Musik transisi, Musik yang menghubungkan dua adegan. Durasinya tidak perlu panjang dan disesuaikan dengan suasana film.

3.       Musik jembatan atau Bridge, Musik yang menjembatani dua adegan dengan suasana yang berbeda. Misalnya adegan yang sedih diikuti adegan gembira maka musik yang digunakan adalah musik dengan suasana gembira.

4.       Musik latar belakang atau background musik, Musik yang mengiringi adegan yang sedang berlangsung. Tujuannya agar adegan yang berlangsung dapat lebih meresap ke hati penonton. Musik pengiring berupa musik instrumentalia, suaranya tidak boleh terlalu keras sehingga dialog tidak terdengar oleh penonton.

5.       Musik smash, Musik yang digunakan untuk membuat kejutan atau tekanan. Biasanya terdapat pada film tegang atau horror.

Selain fungsi-fungsi diatas masih terdapat fungsi lain yaitu:

  1. Untuk menutupi kelemahan dalam sebuah film
  2. Untuk menciptakan efek damatik atau efek dialog.
  3. Untuk mendukung kisah batin.
  4. Untuk memberikan kesan waktu dan tempat.
  5. Untuk membayangkan peristiwa yang akan terjadi.
  6. Untuk membina ketegangan dramatik.
  7. Untuk menambah arti pada kesan visual.

Penulisan penyajian musik dalam naskah :

IN – UP – NORMAL – DOWN – OUT (Musik masuk, meninggi ke arah normal kemudian menurun dan hilang).

IN – UP – UNDER – DOWN – OUT  (Musik masuk, meninggi ke arah under (setengah dari normal) kemudian menurun dan hilang).

IN – UP – DOWN – OUT (Musik masuk dan hilang).

IN – UP – UNDER (Musik masuk dan menjadi background).

Suara

Untuk bisa menghasilkan suara yang baik diperlukan jenis mikrofon  yang tepat. Jenis mikrofon  yang akan digunakan dipilih yang mudah dibawa dan peka terhadap sumber suara, tetapi harus mampu meredam gangguan suara dari luar. Beberapa petunjuk yang harus diperhatikan dalam mempersiapkan dan memilih mikrofon :

  1. Dekatkan mikrofon yang akan digunakan dengan sumber suara dan perhatikan arah mikrofonnya
  2. Hati-hati dan  perhatikan saat pemasangan mikrofon supaya tidak ada suara yang tidak diperlukan masuk kedalam daya tangkap mikrofon dan jangan lupa gunakan windscreen, untuk keperluan menutup suara akibat dari gangguan angin.
  3. Perhatikan pula kemungkinan timbulnya gema didalam ruangan, disarankan agar lebih baik mengikuti gerakan sumber suara, untuk keperluan ini gunakan jenis mikrofon dengan poleboom atau fishpole.
  4. Untuk tempat yang banyak gangguan suara gunakan jenis mikrofon unidirectional, karena jenis ini hanya dapat menangkap suara dari satu arah saja, sedangkan untuk lokasi yang tenang dapat digunakan jenis nondirectional, karena jenis ini dapat menangkap suara dari segala arah.

Pencahayaan

Tata cahaya sama pentingnya dengan tata kamera dan teknik-teknik khusus yang lain. Dengan mengendalikan intensitas cahaya, arah dan tingkat pemancaran cahaya,  seorang sutradara dapat menciptakan kesan ke dalam ruang, menegaskan dan membentuk sosok serta menyampaikan suasana emosional. Oleh karena itu, cara penyinaran sebuah adegan merupakan faktor penting dalam menentukan apakah secara dramatik  penyinarannya efektif atau tidak.

Ada dua istilah yang dipergunakan untuk membedakan intensitas cahaya:

  • Low Key , Tata pencahayaan dimana sebagian besar set berada dalam lingkupan bayang-bayang, sedangkan subyek didefinisikan oleh beberapa penyinaran tinggi.  Tipe ini cocok untuk memperdalam ketegangan atau menciptakan suasana murung dan sering digunakan dalam film misteri atau horor.
  • High Key, Tata pencahayaan dimana lebih banyak memperlihatkan bagian-bagian yang cerah dibanding dengan bagian yang diliputi bayang-bayang, sedangkan subyek terlihat dalam warna separuh kelabu dan cerah, dengan kontras cahaya yang jauh lebih kecil.  Tipe ini cocok untuk film komedi dan film-film ringan seperti musikal.

Adegan-adegan dengan pencahayaan kontras, dengan perbedaan ruang liput bagian yang gelap dan cerah yang luas sekali, lebih menghasilkan gambar yang lebih kuat dan dramatik dibanding dengan yang disinari secara merata.

Arah cahaya juga memainkan peranan penting dalam menciptakan citra visual. Penyinaran dari atas menciptakan efek yang sangat berbeda dengan penyinaran dari samping.  Penyinaran dari belakang  juga menghasilkan efek berbeda dengan penyinaran dari depan.

Terdapat tiga karakter atau sifat cahaya:

  1. Cahaya yang kuat, langsung dan tajam
  2. Cahaya menengah dan seimbang
  3. Cahaya yang berpencar dan lunak

Ringkasan

  • Melakukan kegiatan analisa terhadap sebuah film tidak akan menghancurkan keindahan dan kemenarikan dari film tersebut.
  • Salah satu keuntungan dari menganalisa film adalah kita dapat mengawetkan pengalaman yang diberikan sebuah film dalam fikiran kita sehingga dapat kita simpan lebih lama dalam ingatan.
  • Dalam kegiatan apresiasi film, ketika kita menonton film maka akan terjadi dua peristiwa pada diri kita. Pertama kita akan hanyut dalam cerita dan alur film dan pada saat yang sama kita harus mempertahankan tingkat obyektifitas dan daya kritis kita.
  • Jika kita tidak memperhatikan unsur-unsur yang paling manusiawi dalam sebuah film, atau tidak tertarik pada tokoh-tokoh dan karakter-karakternya maka kecil kemungkinan bahwa kita akan tertarik pada film itu sebagai suatu keseluruhan.

 

Bahan baca

Asura, Enang Rokajat. 2005. Panduan Praktis Menulis Skenario dari Iklan sampai Sinetron. Yogyakarta: ANDI.

Bordwell, David & Thompson, Kristin. 2004. Film Art, An Introduction. New York: Mc Graw Hill.

Mangunhardjana, A Magija. 1976. Mengenal Film. Yogyakarta: Kanisius.

Nelmes, Jill. 2000. An Introduction to Film Studies. New York: Routledge.

Pratista, H. 2008. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka.

Sani, Asrul. 1986. Cara Menilai Sebuah Film (terjemahan dari The Art of Watching Film oleh Joseph M. Boggs). Jakarta: Yayasan Citra.

 

Categorized in:

Theory,