Guru merupakan ujung tombak pendidikan, guru adalah kurikulum yang hidup. Guru itu agen perubahan. Kehadiran guru dikelas memang didambakan. Keberadaan guru dikelas adalah laboratorium hidup bagi anak-anak. Kadang guru juga kurang menyadari betapa bermakna kehadirannya dikelas. Namun apakah kehadirannya menjamin murid pandai?

Ada teman yang berkata cukup dengan menjamin guru dikelas sekolah sudah berjalan dengan baik, meski kepala sekolah dan pimpinan lain tidak ada. Saya tercenung dengan argumen ini. Lihatlah generasi sekarang yang dikenal dengan conected generation-generasi yang saling terhubung satu sama lain tak terhalan jarak dan ruang dan waktu. Mereka sudah jamak tidak saling bertemu namun ikatan mereka terasa sangat kuat. Lihat bagaimana cara mereka belajar sekarang. Mereka lebih banyak bertanya kepada guru tanpa fisik melalui google, yahoo, yotube atau mesin informasi lainnya. Masihkah kita percaya dan menjamin kehadiran guru membuat mereka pandai.

Suatu hari selepas jam akhir mengajar berbunyi  anak-anak yang saya ajar tidak segera beranjak meninggalkan ruang menuju kelas pelajaran lainnya. Dengan setengah terpaksa saya minta secara halus mereka untuk segera beranjak meninggalkan kelas saya, dan mereka menjawab “males pak”, “lho kenapa males nanti gurunya marah” jawab saya, “justru itu pak”, “itu bagaimana?”, “ya marah marah itu” timpalnya dan disambut dengan sautan teman sekelas yang lain. Saya diam sejenak dan muncul pikiran menggelitik untuk menanyai mereka bukan tentang guru tersebut tapi saya mereka mereka tentang guru yang lain, dan bim salabim jumlahnya tidak sedikit. Ada guru yang setiap kali mengajar marah melulu, ada yang setiap pelajaran penuh dengan nasehat, ada yang guru tidak semangat mengajar, ada guru yang kelewat santai, ada yang datang cuman ngasih soal terus marah, dan ada yang paling gawat gurunya tidak menguasai materi sehingga ngajarnya mbulet dan tidak di mengerti kalau ditanya tidak dijawab. Nah.. bagaimana kalau anda jadi muridnya?

Guru-guru tersebut justru kehadirannya tidak diharapkan oleh siswa, kehadirannya paling dihindari, kedatangan membuat mereka lemas, kemunculan nya memberi mereka tekanan batin dan membuat mereka membenci pelajarannya. Jika demikian kehadiran mereka ditambah pimpinan kurang peduli bahkan tidak ada ditempat, alhasil proses pembodohan terstruktur pun berjalan dengan baik dan lancar. Sekarang apa yang musti dilakukan?

Sekolah sebagai pengelola sumber daya guru musti memiliki cara cara inovatif dalam mengatasinya. Sekolah mustinya juga faham perkembangan sosial, ekonomi dan wajah pendidikan masa kini dan nati. Sekolah musti fokus kepada prestasi guru bukan sekedar memastikan kehadirannya saja. Sekolah memiliki program-program yang memberdedayakan “how to teach” para gurunya. Sekolah mengetahui kelemahan setiap gurunya dalam proses pembelajaran dan memiliki solusi yang mampu memperbaiki dan mengembangkannya. Kehadiran di pendidikan abad 21 mungkin bisa diwakili oleh sarana lain atau teknologi yang ada namun skill dan tauladan guru tidak dapat diwakili, meskipun ada guru piket yang ternyata juga guru mata pelajaran lain yang menggantikannya.

Jika mendambakan siswa prestasi maka gurunya harua berprestasi. Contoh sederhana, bisahkah kita menghasilkan atlit yang handal jika pelatihnya biasa saja. Bisahkah pelatih badminton yang tidak pernah juara menghasilkan para juara, jawabnya memang tetap bisa, namun sangat sangat kecil sekali kemungkinanya. Produk bagus diolah ari bahan yang bagus, pabriknya bagus dan pengolahnya adalah ahli yang bagus. Jadi kalau menginginkan siswanya juara Karya Ilmiah usahakan gurunya juara atau menimal melakukan penulisan ilmiah berkala, kalau mau menghasilkan juara-juara bidang seni  usahakan gurunya cinta dan bisa melakukan kegiatan seni. Kalau mau menghasilkan siswanya juara olahraga maka usahakan gurunya pernah juara atau selalu berada dilingkungan.para juara, kalau menginginkan siswanya hormat dan patuh maka berilah tauladan sesama guru perilaku yang santun, dan kalau menginginkan apapun dari siswa maka lakukan terlebih dahulu agar mereka mencontoh kita para guru.

Semoga para guru diberi kesabaran.