Ketemu dan berbincangdengan 3 murid seperti membuka kabut hitam yang selama ini tertutup.

Kebanyakan para guru memandang murid hanya memiliki sedikit pengetahuan baik pelajaran maupun pandangan hidupnya, namun ini kenyataan yang baru saya dapat. Mereka luar biasa dan visioner. Dalam sejam ngobrol tak terasa dan akn terus berlanjut jika saja mereka tak ditelpon orangtuanya untuk diminta pulang. Ini hasilnya.

GURU DIMATA SISWA
Mereka mengkrtisi bagaimana cara gurunya mengajar bukan hanya pada metodenya, justru sampai pada materinya dan kualifikasi gurunya. Sebagian besar merwka berharap agar gurunya memiliki kualifikasi dan bahkan prestasi dibidang pelajaran yang diajarkan. “Guru meminta kami aktif di internet, namun hanya sebaian kecil guru yang aktif pak” begitu kata mereka, lalu menyambungnya “kami diminta aktif menulis dan pandai membuat tulisan tapi guru guru jaang aa yang menulis, hanya dua tiga guru saja yangsaya lihat aktif”, “kami juga diminta tenang waktu pelajaran tapi tidak dikondisikan, ada yg ngobrol dibiarkan”, “sewaktu ibadah juga demikian, tidak bisa khusyuk karena rame”, “kok gak pak guru A yang ngajar ya pak, ilmu dan pengalamannya sesuai dengan pelajaran ini”. “Sekolah cuman ngejar nilai pak, ya akhirnya target kami yang penting nilai minimal kkm”, “kenapa bukan bekal hiup yang diajarkan ya pak?”. Itulah mereka dialog ini riil dari siswa. Mereka begitu faham apa yang sehrusnya didapat, faham apa yang musti dipelajari, dan faham kemana akan melangkah kelak. Seringkali kita mengecilkan mereka, maka jadinya adalah mereka hanya akan berusaha memenuhi keinginan keinginan para guru, orang tua dan sekolah. Mereka mengambil jalan sendiri diluar tuntunan yang benar dalam mengejar apa yang dicita-citakan. Mereka menjadi kendaran yang tak terkendali dengan petunjuk arah yang tak jelas. Dan semestinya kita guru orang tua dan sekolah lebih memahami ini dan segera membuat perubahan mendasar.

SEKOLAH DIMATA SISWA
Mereka pun mulai menganggap sekolah bukan dunianya. Menurut mereka sekolah hanya punya tujuan sendiri untuk lembaganya, bukan untuk kemajuan siswanya. Masukan dari siswa sering kali putus ditengah jalan atau bahkan tak didengar. “Kenapa ya pak kok setiap program sepertinya asal berjalan atau sekedar dijalankan karena terlanjur diprogram”. Mendengar pertanyaan tersebur saya jadi diam. Ketika harus menjelaskan yang sebenarnya atau mengiyakan justru akan melemahkan sekolah. Ketika saya menjawab dengan diplomasi berarti saya tidak menyampaikan dengan jujur. Akhirnya saya sampaikan agar mereka menyampaikan lewat sistem yg ada, mereka menjawab “capek pak”.

Jangan dikira mereka tidak melihat bahkan mengamati. Ada quote bagus yang mash saya ingat “jangan takutkan anak-anak itu tidak menuruti perintah kita, tapi takutkan mereka memperhatikan kita”. Sekolah adalah tempat pertunjukkan para tauladan dan siswa adalah para penontonnya. Buatlah pertunjukan yang sebagus mungkin dan sejujur mungkin. Karena perunjukkan yang dikemas dengan hati murni akan mampu memikat dan mengikat penontonnya.

Bagaimana bapak ibu guru?

Penulis

Categorized in:

Guru,

Last Update: 2 September 2014