Mulai tahun depan sertifikasi guru tidak lagi gratis.
Bagi guru yang mulai mengajar sejak 1 Januari 2006, wajib merogoh kocek sendiri untuk membayar biaya sertifikasi. Sebab pemerintah hanya membiayai sertifikasi guru yang sudah mengajar hingga 31 Desember 2005.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Sumarna Surapranata mengatakan total jumlah guru dari pendataan 2015 mencapai 3.015.315 orang. Dari jumlah tersebut, hanya ada 2.294.191 orang guru yang layak mengikuti program sertifikasi.
Nah dari seluruh guru yang layak atau berhak ikut sertifikasi itu, 1,7 juta diantaranya ditargetkan rampung tahun ini. Sedangkan sisanya sejumlah 547.154 orang guru bakal mengikuti sertifikasi guru tahun depan.
“Jumlah guru yang 547.154 orang itu adalah guru yang mulai mengajar sejak 1 Januari 2006,” katanya di kantor Kemendikbud Jakarta kemarin. Pejabat yang hobi kuliner Sunda itu mengatakan, guru-guru yang mulai mengajar sejak 1 Januari 2006, wajib mengeluarkan uang sendiri untuk ikut proses sertifikasi. Dia menyebut dengan istilah sertifikasi sendiri.
Pria yang akrab disapa Pranata itu mengatakan aturan sertifikasi dengan biaya sendiri ini merupakan amanah dari Undang-Undang 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam UU itu diamantkan bahwa program sertifikasi yang didanai pemerintah berhenti hingga guru yang sudah mengajar sejak sebelum 1 Januari 2006.
Apakah Kemendikbud tidak khawatir diprotes guru? Pranata lantas membandingkan dengan proses sertifikasi di profesi akuntan atau pengacara. Dia menjelaskan untuk mengikuti sertifikasi profesi akuntan dan pengacara/advokat, masing-masing orang wajib membayar sendiri-sendiri alias tidak didanai pemerintah.
box-sizing: border-box; color: #333333; font-family: Arial; font-size: 15px; text-align: justify;”>
Menurut Pranata sertifikasi merupakan kebutuhan masing-masing guru. Sertifikasi juga bakal menjadi patokan penting apakah seorang guru berhak mendapatkan tunjangan profesi guru (TPG) atau tidak. Sehingga dia memperkirakan para guru tidak akan keberatan menyiapkan uang untuk mengikuti sertifikasi di kampus lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK).
Terkait dengan besaran biaya sertifikasi, Pranata mengatakan belum mengetahuinya. Sebab secara teknis program sertifikasi guru yang dijalankan secara berasrama itu merupakan kewenangan masing-masing kampus. Dalam waktu dekat dia akan berkomunikasi dengan LPTK-LPTK penyelenggara sertifikasi terkait besaran biaya sertifikasi.
Menanggapi kebijakan tersebut, Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistyo mengatakan pembebanan biaya sertifikasi kepada guru merupakan bentuk penganiayaan oleh pemerintah.
“Pemerintah mau enaknya sendiri,” tuturnya, kemarin.
Alasannya adalah seharusnya pemerintah tidak mengangkat guru yang belum bersertifikat profesi per 1 Januari 2006 silam. Namun sebaliknya pemerintah justru merekrut guru sebanyak-banyaknya waktu itu.
Dia menilai pada 1 Januari 2006 silam pemerintah tidak sanggup mengangkat guru yang sudah bersertifikasi. Sehingga kewajiban pendanaan sertifikasi seharusnya tetap jadi tanggungan pemerintah.
Sulistyo menegaskan dalam UU Guru dan Dosen dinyatakan bahwa pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyediakan biaya peningkatan kualifikasi S1 dan sertifikasi pendidik bagi para guru.
Menurutnya guru yang mengajar mulai 1 Januari 2006 tetap berstatus sebagai guru dalam jabatan. “Sehingga guru-guru ini tidak boleh dibebani biaya sertifikasi,” tuturnya.
(Sumber : www.jpnn.com )

eduaksi.com

Categorized in:

Guru, Info, Utama,

Tagged in:

,