Media Cetak, MEDIA PERTAMA
BUKU DAN MAJALAH |1
Perkembangan awal dari tulisan, kertas, dan cetakan berawal di Timur Tengah dan Cina. Sejak tahun 105 Masehi, orang-orang Cina telah mulai membuat kertas dari rags, akan tetapi para pedagang Arab baru membawa teknologi ini ke Barat pada tahun 700 Masehi.
Penggunaan balok-balok kayu untuk mencetak huruf-huruf telah dipraktekkan terlebih dahulu di Cina selama Dinasti Tang berkuasa di Cina (618-908 M), dikutip dengan pengembangan-pengembangan tipe clay yang dapat dipindah-pindahkan pada tahun 1000 dan tipe logam yang dapat dipindah-pindahkan pada tahun 1231 di Korea. Namun demikian, perkembangan ini belum menghasilkan industri percetakan yang besar. Industri percetakan belum berkembang sampai awal revolusi industri pada abad yang ke-15 ketika Johannes Gutenberg dan Jerman menemukan kembali tipe yang dapat dipindah-pindahkan dan seluruh Eropa mulai mengembangkan dan mengeksploitasi lebih lanjut pers tercetak.
Bible Gutenberg muncul pertama kali pada tahun 1455, sebagai hasil dari pengembangan percetakan dan ketikan mekanis yang dapat dipindah-pindahkan 5 tahun sebelumnya oleh Johannes Gutenberg. Pers dan barang-barang cetakannya yang lainnya pada tahun 1455 turut mendorong ledakan pencetakan buku-buku. Perkembangan teknologi seperti press dan Gutenberg mengakibatkan bentuk-bentuk baru dan produksi massa dapat dilakukan. Press yang baru ini dapat mencetak lebih banyak buku, handbills, atau surat kabar dengan biaya yang jauh lebih murah.
Pada tahun 1470, sebuah Bible yang dicetak dalam bahasa Perancis membutuhkan biaya hanya seperlima dibandingkan dengan biaya dan versi manuskrip, bahkan walaupun dicetak dengan sangat baik, namun duplikasi orisinil dengan tulisan tangan masih relatif lebih mahal. Seiring dengan berkembangnya revolusi industri, maka proses pencetakan dan pembacaan berubah menjadi proses suatu siklus yang memperkuat dirinya sendiri. Karena semakin banyak orang yang memiliki cukup uang dan minat untuk membaca buku, maka produksi buku mulai menguntungkan karena skala ekonomi dan produksi dan menjadi lebih murah, sehingga membuat lebih banyak orang mampu untuk membeli buku.
Penerbitan buku-buku mulai tumbuh secara substansial pada abad ke-20, sama halnya dengan majalah dan koran, pemintaan terhadap buku mulai meningkat karena turunnya ongkos cetak, meningkatnya tingkat melek huruf, dan meningkatnya pendapatan.
Masalah kebijaksanaan yang terpenting dalam penerbitan majalah dan buku adalah bagaimana kecenderungan terhadap konsolidasi dan konsentrasi kepemilikan mempengaruhi keaneka-ragaman dan kebebasan berbicara. Kebijaksanaan media Amerika Serikat dan pemikiran dari sebagian besar bangsa Amerika menganggap bahwa persaingan di antara berbagai outlet media merupakan hal yang sangat penting. Media cetak, khususnya majalah dan buku, juga mengalami persaingan yang sangat ketat, sehingga, di Amerika Serikat, tidak banyak perhatian yang dicurahkan untuk mengaturnya.
Konsolidasi dapat dilihat dengan jelas dalam industri penerbitan majalah dan buku. Baik para konglomerat domestik maupun asing telah membeli penerbit-penerbit majalah dan buku.
Ada kecenderungan di mana penerbitan-penerbitan akan diakuisisi oleh group-group penerbit konglomerat, seperti (penerbit luar negeri) Bertelsmann, Simon & Schuster, Pearson and International Thomson Publishing. Sseperti dalam media-media lainnya, group-group pemilik konglomerat ini semakin lama menjadi bersifat internasional, dan kemungkinan akan membawa media sedemikian rupa sehingga di luar jangkauan kontrol nasional. Sebuah perusahaan Jerman, Bertelsmann, pada tahun 1998 menjadi headline dengan membeli Random House, yaitu salah satu penerbit yang terbesar di Amerika Serikat.
Masalah copyright merupakan suatu point yang sangat penting bagi media cetak. Baik para penerbit buku maupun jurnal-jurnal akademis keduanya telah mengalami kerugian akibat pem-photocopy-an materi yang telah dicopyrightkan (dipatenkan) penerbit, yang dilakukan baik oleh mahasiswa maupun oleh profesor. Banyak surat kabar dan publikasi elektronik informal yang juga “meminjam” atau mencontoh gambar-gambar, bagian-bagian dan teks, dan headline koran, majalah, dan buku-buku. Seiring dengan meningkatnya distribusi elektronik, maka mungkin akan dibutuhkan undang-undang yang baru mengenai property intelektual karena para penerbit dan pengarang akan ingin menagih royalty dan reproduksi dan penggunaan tersebut.
SURAT KABAR|2
Surat kabar pertama kali dikembangkan sebagai lembaran berita tidak teratur di Belanda, Great Britain, dan Perancis, untuk menyampaikan berita-berita mengenai peristiwa-peristiwa luar negeri, seperti Thirty Years War di Jerman, Austria, dan Holland (1816-1848) dan mengenai masalah-masalah perdagangan atau ekonomi. Lembaran-lembaran berita ini yang disebut dengan istilah corantos, pada urnumnya telah diganti dengan laporan harian, atau diumos, yang lebih terfokus pada peristiwa-peristiwa domestik, seperti peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan raja dan parlemen antara tahun 1640 dan 1650 di Great Britain.
Surat kabar merupakan salah satu kekuatan untuk mendorong orang agar memikirkan diri mereka sebagai bangsa Amerika, juga mempakan sarana untuk membentuk “masyarakat yang dibayangkan” dan orang-orang yang memiliki akses terhadap informasi yang sama dan saling teridentifikasi (saling mengenal) satu sama lainnya. Namun demikian, ada perbedaan yang nyata di antara orang-orang Amerika, dan tidak semua orang diperbolehkan menjadi anggota masyarakat Amerika. Koran-koran juga mulai menjadi suara (voice) dari audiensi berbeda-beda yang terabaikan (terpinggirkan). Surat kabar African-American dan Amerika pribumi juga mulai diterbitkan.
Yellow journalisme merupakan suatu perkembangan fenomena jurnalisme yang baru, akan tetapi tidak memiliki jiwa jurnalisme. Istilah ini mendapat nama dari sebuah karakter kartun, “Yellow Kid”. Kartun anak-anak dalam bentuk gambar komik ini mengenakan pakaian tidur berwarna kuning. Kartunisnya ditarik dari Pulitzer oleh Hearst. Akan tetapi Pulitzer tetap melanjutkan kartun tersebut dengan bantuan seniman yang lain. Jadi, baik Hearst maupun Pulitzer, sama-sama memiliki Yellow Kid yang diturunkan pada saat yang sama. Episode ini ditandai dengan persaingan antara Pulitzer dan Hearst dan diberi nama yellow journalisme.
Koran-koran mencapai puncaknya sebagai media massa antara 1890 dan 1930. Harga kertas yang lebih murah, teknologi pencetakan yang lebih (seperti linotype pada tahun 1890), dan semakin merebaknya bacaan publik, turut mempercepat pertumbuhan media ini menjelang peralihan abad tersebut. lklan membanjiri surat kabar, sehingga menjamin kondisi ekonomi untuk pengembangannya. Keluarga Scripps menerbitkan koran di Detroit, Cleveland, St. Louis, dan Cincinnati di bawah pimpinan Edward W. Scripps, group ini terus melakukan ekspansi pada tahun 1890-an dan menciptakan suatu surat kabar chain modern berdasarkan surat kabar harian di kota-kota berukuran sedang. Hearst di California, juga mulai melaksanakan suatu chain of newspaper. Belakangan, pada awal 1900-an, Harry Chaudler mendirikan Times-Mirror chain, dan Frank Gannett mendirikan Gannett chain. Scripps-Howard, Times-Mirror, dan Gannett chain ini masih tetap bertahan sampai sekarang.
Setelah tahun 1900, media lainnya seperti gambar bergerak, majalah, dan photograph, juga mulai bersaing dengan surat kabar untuk memperebutkan perhatian dan uang publik, sehingga lebih mendorong berlangsungnya konsolidasi surat kabar. Pada tahun 1927, jaringan radio komersial juga mulai terjun ke dalam pasar (persaingan) ini koran juga mulai distandarisasi, sehingga diversitasnya menjadi berkurang dan semakin sulit bagi koran-koran untuk bersaing dengan mengandalkan diferensiasi.
FOTOGRAFI|3
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, fotografi merupakan seni dan proses pengambilan gambar melalui cahaya pada film. Maksudnya, fotografi merupakan teknik melukis menggunakan cahaya.
Pada fotografi, kamera hanyalah alat untuk menghasilkan sebuah karya seni. Nilai lebihnya terletak pada “tangan” yang mengoperasikan alat tersebut. Jika kamera dianalogikan dengan piano, setiap anak pasti mampu membunyikan piano, tetapi bukan memainkan sebuah lagu. Begitu pula dengan kamera, setiap orang mampu merekam obyek untuk difoto, tetapi tidak semua orang mampu menghasilkan gambar foto yang mengesankan.
Perkembangan Teknologi Fotografi
Pada zaman prasejarah, manusia pendukung zaman tersebut telah mempunyai keinginan untuk mengabadikan setiap peristiwa yang dialami. Periistiwa-peristiwa tersebut didokumentasikan dengan cara menggambarkan pada dinding gua, kulit kayu dan kulit binatang melalui teknik melukis sampai teknik fotografi yang sangan tsederhana.
Teknik fotografi sederhana mulai terungkap pada abad ke-10. Saat itu ilmuwan Arab bernama Alhazen menjelaskan cara melihat gerhana matahari melalui ruangan gelap. Ruangan tersebut diberi lubang kecil (pinhole) yang menghadap kearah matahari. Prinsip kerja Alhazen berhasil ditemukan oleh Reinerus Gemma-Frisius (1554), seorang ahli fisika dan matematika dari Belanda.
Penjelasan Alhazen ini diterapkan pada prinsip kerja kamera obscura. Kamera obscura adalah kamera pertama yang menggebrak dunia fotografi. Bagian utama kamera ini adalah sebuah kamar gelap tertutup yang hanya diberi lubang kecil (pinhole). Cahaya hanya masuk melalui lubang kecil tersebut. Jika kamera dihadapkan pada benda yang diterangi cahaya, pada dinding kamera yang berhadapan dengan lubang akan terbentuk gambar proyeksi terbalik dari benda tersebut.
Prinsip kerja obscura masih sangat sederhana. Karena adanya perkembangan ilmu fotografi, maka munculnya kamera berbentuk kotak yang memiliki lubang kecil berpenutup di bagian depan. Cahaya yang masuk melalui lubang kecil tersebut inilah yang akan meyinari film. Untuk meningkatkan kualitas foto yang dihasilkan dan untuk mempersingkat waktu, di bagian depan lubang dipasang lensa yang masih mempertahankan penutup manualnya.
Perkembangan selanjutnya, kamera dilengkapi dengan diagframa dan rana. Diagframa adalah lubang tempat masuknya cahaya, rana adalah tirai yang menggantikan fungsi penutup manual dibagian depan lensa.
Pada bulan Juni 1888, Eastman mulai memproduksi kamera kotak (merk : Kodak). Kamera ini dilengkapi dengan kecepatan tunggal 1/25 detik dan lensa fokus tetap, kamera ini juga mampu merekam semua objek dg jelas, pada jarak lebih dari 8 kaki.
Selain kamera, film yang digunakan juga telah mengalami perkembangan. Untuk pertama kalinya, film negatif muncul pada tahun 1604, saat itu Anglo Sala (ilmuwan Italia) menemukan adanya perubahan warna dengan bereaksinya campuran perak dan sinar matahari.
Seabad kemudian, John Henrich Schulze (profesor dari Jerman) berhasil membuat gambar negatif. Tetapi, kekurangannya adalah belum adanya metode untuk menghentikan proses perubahan warna karena penganruh cahaya.
Pada tanggal 25 Januari 1839, William Henry Fox menerangkan proses percetakan gambar negatif yang dikenal sebagai sistem negatif-positif.
Selanjutnya, Talbot mempelajari cara memperlambat pemudaran gambar. Beliau menyatakan bahwa konsentrasi garam yang semakin tinggi akan menyebabkan semakin rendahnya kepekaan kertas. Talbot mencelupkan kertas peka sensitif yang telah dichayai ke dalam larutan garam pekat. Hasilnya diperoleh gambar negatif yang permanen.
Melalui George Eastman, dunia fotografi mengalami perkembangan pesat. Beliau menciptakan rol fim yang memberikan banyak memberi kemudahan dan kepraktisan. Sampai akhirnya diciptakan rol kertas tipis yang dilapisi oleh gelatin. Emulsi diciptakan dari keertas yang tidak tembus cahaya, sehingga dihasilkan film negatif yang siap dicahayai.
Tahun 1996, lima perusahaan besar Kodak, Fuji, Nikon, Minolta dan Canon, memprakarsai sistem film baru yang dikenal dengan advance photo system (APS). Sistem ini diharapkan mampu memberikan kemudahan pada format film 35 mm. selongsong sistem APS merupakan tempat penyimpanan film yang sangat menguntungkan karena film akan terlindung dari debu dan dari resiko tergores. Kelebihan lainnya, lapisan magnetis transparan di bidang film yang tidak teremulsikan, yang berfungsi sebagai penyimpan berbagai data.
Fotografi Digital
Saat ini dunia fotografi telah memasuki babak digital. Fotografi digital telah diciptakan melalui proses kreativitas manusia dengan bantuan kamera. Kamera digital menggunakan chip yang disebut charge couple device (CCD) untuk merekam gambar. Hukum-hukum fotografi yang menyangkut masalah pencahayaan, bukaan, diagframa dan ruang tajam, tidak mengalami perubahan.
Menurut Marvyn J. Rosen (1993), fotografi digital memiliki beberapa keunggulan, seperti:
Hasil pemotretan dapat dilihat lebih cepat, Dengan dukungan peralatan elektronik, dan karya foto dapat digunakan dalam waktu yang relatif singkat, Biaya; relatif lebih murah, karena tidak menggunakan film, Pengoperasian kameranya mudah, Lebih mudah diproses, Hasilnya permanen. Dalam karya konvensional, hasil karyanya dapat berubah warna, jika melewati batas masa kadalursa, Ramah lingkunan, karena tidak menggunakan bahan kimia.
Fotografi digital juga memiliki beberapa kekurangan antara lain; pertama, Aspek teknis, masalah resolusi atau masalah kehalusan gambar. Dan kedua, Aspek sistem, diperlukan peralatan menunjang, seperti komputer dll yang belum tentu dimiliki oleh seluruh lapisan masyarakat
“Media cetak meskipun termasuk media sederhana namun memiliki sumbangan yang besar dalam dunia belajar”
Baca
- Sadiman, Arief S ..(dkk). 1996. Media Pendidikan: Pengertian, pengembangan dan pemanfaatannya. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
- Setiawan, Antonius Fran. 2005. Panduan Belajar Fotografi Digital. Yogyakarta: ANDI Offset
- Seels, Barbara B. & Richey, Rita C. 1994. Instructional Technology: The Definition and Domains of the Field. Washington,DC: AECT.
- Smaldino, Sharon E. ..(et al). 2005. Instructional Technology and Media for Learning (8th ed). New Jersey: Pearson Merril Prentice Hall.
Memang sekarang media ini sudah mulai diinggalkan.. semua serba paperless.