Anak adalah yang akan melakukan tindakan belajar. Pendidikan yang dilakukan tidaklah hanya memberikan sesuatu kepada anak, tetapi juga mengembangkan dan menumbuhkan potensi yang telah ada pada anak tersebut. Oleh karenanya pengembangan kurikulum yang dilakukan harus bertolak pada kebutuhan anak, tingkat-tingkat perkembangan anak, serta bakat dan minat anak.  Dengan demikian, bagaimana seharusnya meramu komponen-komponen kurikulum sehubungan dengan perkembangan jiwa anak di masa sekarang. Masa dimana terjadi transisi di berbagai lini kehidupan dalam kaitannya era globalisasi dan industrialisasi.  

Kurikulum merupakan alat yang sangat penting dalam keberhasilan suatu pendidikan, tanpa kurikulum yang tepat maka akan sulit mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang dicita-citakan. Maka terdapat usaha untuk mengembangkan dan pembaharuan kurikulum dari masa ke masa sesuai dengan perubahan yang terjadi di masyarakat. Pengembangan kurikulum yang dilakukan bertolak pada kehidupan dan pekerjaan orang dewasa. Hal ini disebabkan lembaga sekolah mempersiapkan anak agar dapat hidup di masyarakat dan memenuhi kebutuhan hidupnya pada nantinya.  

Selain itu, sumber dari pengembangan kurikulum adalah budaya. Manusia adalah makhluk yang berbudaya, hidup dalam lingkungan budaya, dan turut menciptakan budaya. Maka untuk dapat hidup dalam lingkungan budaya, anak harus mempelajari budaya. Yang merupakan budaya adalah nilai-nilai, adat istiadat, perilaku, benda-benda, dll.

Kekuasaan sosial politik ternyata juga ikut berpengaruh pada pengembangan dan penyusunan kurikulum. Seperti yang terjadi pada tahun-tahun terakhir, yaitu tahun 2004 telah muncul kurikulum baru dari sebelumnya yang dinamakan KBK, dan tidak lama setelah itu seiring pergantian pemerintahan terbitlah kurikulum yang lebih baru bernama KTSP. Pemegang kekuasaan politik dan pemerintahan sangat menentukan kebijakan dalam kurikulum.

Namun tentunya, jika melihat perubahan dari pengembangan-pengembangan kurikulum yang dilakukan, tidak ada perbedaan yang mencolok dari kurikulum-kurikulum tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa para pengembang kurikulum juga memperhitungkan aspek pengalaman-pengalaman kurikulum sebelumnya. Dengan demikian pengalaman kurikulum sebelumnya adalah sumber dari pengembangan kurikulum selanjutnya.

Sumber yang terakhir adalah anak. Anak adalah yang akan melakukan tindakan belajar. Pendidikan yang dilakukan tidaklah hanya memberikan sesuatu kepada anak, tetapi juga mengembangkan dan menumbuhkan potensi yang telah ada pada anak tersebut. Oleh karenanya pengembangan kurikulum yang dilakukan harus bertolak pada kebutuhan anak, tingkat-tingkat perkembangan anak, serta bakat dan minat anak.  Dengan demikian, bagaimana seharusnya meramu komponen-komponen kurikulum sehubungan dengan perkembangan jiwa anak di masa sekarang. Masa dimana terjadi transisi di berbagai lini kehidupan dalam kaitannya era globalisasi dan industrialisasi.  

era Masyarakat indonesia yang transisional

Saat ini masyarakat Indonesia berada pada kondisi transisional. Kondisi tersebut berdampak secara sosiologis, yaitu masyarakat  mengalami kondisi peralihan yang penuh dilema di hampir semua dimensi kehidupan. Kondisi geografis negara Indonesia yang berupa kepulauan mengakibatkan beragamnya suku-suku bangsa yang ada di masyarakat Indonesia. Dan seiring dengan perkembangan jaman, masyarakat Indonesia mengalami peralihan dari masyarakat peramu, masyarakat pemburu, masyarakat holtikultur, masyarakat agrikultur, menjadi masyarakat industri yang berorientasi pada globalisasi industrialisme barat.

Pada era industrialisasi, masyarakat diperkenalkan dengan berbagai produk berupa barang, jasa, dan sistem teknopraktis. Hampir berbagai lapisan sosial masyarakat Indonesia baik lapisan atas, tengah, maupun bawah telah menggunakan produk era industrialisasi ini. Produk-produk tersebut dapat berupa alat perlengkapan hidup, buku-buku bacaan, sistem dan program pendidikan serta pelatihan, gaya hidup, dll. Dan tentunya kehadiran berbagai produk teknopraktis ini menimbulkan keterkejutan budaya atau shock culture pada masyarakat dengan berbagai bentuk reaksi. Kehadiran produk-produk teknopraktis industri maju tersebut juga menggeser sistem kerajinan atau teknologi lokal secara partial ataupun total. Sehingga masyarakat hanya berperan sebagai pengguna saja terhadap produk-produk teknopraktis tersebut, tidak lagi produktif dan kreatif mencipta atau menemukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Tidak dapat dielakkan, kehadiran produk-produk era industrialisasi ini juga menyentuh kehidupan anak-anak usia sekolah. Ada bermacam-macam produk yang beredar di masyarakat sebagai hard ware atau life ware (barang dan alat hidup) seperti sepeda motor, mobil, radio, televisi, telephone, handphone, video game, play station, dll (Dimyati, 2001). Dan akibat sentuhan produk-produk teknopraktis tersebut, kebiasaan hidup dan perilaku masyarakat juga anak usia sekolah mengalami perubahan.

Perubahan tersebut mungkin disadari oleh masyarakat terutama oleh para orang tua. Namun mereka telah masuk dan terlibat dalam sistem kehidupan globalisasi industrialisme, sehingga sulit untuk melakukan antisipasi terhadap perubahan  tersebut. Hubungan perasaan antara orang tua dan anak juga mengalami pergeseran. Ikatan-ikatan sentimental antara orang tua dan anak sangat renggang. Para ibu sudah jarang mengasuh anak mereka sendiri, karena mereka juga mencari nafkah untuk ikut menopang ekonomi keluarga. Akibatnya jiwa anak-anak berkembang tanpa adanya kontrol dari keluarga. Mereka bebas menyerap segala informasi dari manapun, media massa, lingkungan, sekolah, dll.

  Perkembangan jiwa Anak

Mengapa perkembangan jiwa anak-anak perlu diperhatikan? Bukankah jiwa anak-anak akan berkembang secara alami dengan sendirinya?, jawabannya adalah tidak lagi. Banyak ilmuwan percaya bahwa emosi manusiawi berkembang melalui mekanisme kelangsungan hidup. Rasa takut telah melindungi anak dari bahaya dan membuat berfikir tentang cara menghindari bahaya. Marah membantu anak mengatasi hambatan-hambatan untuk mendapatkan yang dibutuhkan. Bahagia akan dirasakan anak saat dalam kebersamaan dengan orang lain dan membantunya untuk menjalin hubungan dengan sesama.

Namun, meskipun perkembangan emosi jiwa sifatnya adaptif, kehidupan modern di era globalisasi dan maraknya produk teknopraktis telah menghadirkan banyak tantangan jiwa emosional anak yang tidak dapat diantisipasi secara alami. Sebagai contoh, akibat menonton televisi dengan tayangan kekerasan dan bermain video game dengan tema pertarungan maka emosi jiwa anak mudah marah dan meledak-ledak ketika mengalami sedikit gangguan. 

Dalam psikologi perkembangan (Developmental Psychology), terdapat cara-cara sederhana yang dapat mengubah perilaku anak-anak. Sebagai contoh, terhadap anak-anak yang cenderung sering berkelahi, diajarkan kepada mereka “teknik kura-kura”. Saat keinginan berkelahi muncul maka anak-anak akan membayangkan dirinya sebagai kura-kura yang sedang menarik kepalanya ke dalam cangkangnya. Ia harus menjaga agar lengan tetap di samping, kaki rapat, dan menarik dagunya hingga ke leher. Ia harus berbuat demikian sambil perlahan-lahan menghitung sampai sepuluh, dan bernafas dalam-dalam pada setiap hitungan (Shapiro 2001).

Teknik seperti ini sangat sederhana dan anak-anak senang mempelajarinya namun mengandung manfaat besar. Saat lengan dan kaki harus dirapatkan, anak-anak tidak dapat memukul dan menendang. Saat mereka menghitung sampai sepuluh, sambil bernafas pada setiap hitungan maka tubuh mereka mengirim sinyal ke otak untuk mengurangi produksi bahan kimia tertentu yang berhubungan dengan sikap agresif yang berfungsi membangkitkan kemarahan dan kecenderungan berkelahi. Saat mereka menarik dagu ke dada, maka posisi ini memaksa mereka untuk memutuskan kontak mata dengan anak lain yang dianggap sebagai lawannya. Dengan demikian maka mereka akan kehilangan keinginan untuk berkelahi.

teori psikologi  Perkembangan

Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan anak, yaitu pendekatan pentahapan (stage approach), pendekatan diferensial (diferential approach), pendekatan ipsatif (ipsative approach).  Menurut pendekatan pentahapan, perkembangan individu berjalan melalui tahap-tahap perkembangan.  Setiap tahap perkembangan mempunyai karakteristik tertentu yang berbeda dengan tahap yang lain.  Pendekatan diferensial melihat bahwa individu memiliki persamaan dan perbedaan.  Atas dasar persamaan dan perbedaan tersebut individu dikategorikan atas kelompok-kelompok yang berbeda. Kedua pendekatan tersebut menarik generalisasi yang berlaku untuk semua individu. Pendekatan ketiga yaitu ipsatif berusaha melihat karakteristik individu-individu yang kemudian dikelompokkan. 

Stanley Hall adalah seorang ahli psikologi perkembangan. Hall membagi keseluruhan masa perkembangan anak menjadi empat tahap. Masa kanak-kanak (infancy), usia 0-4 tahun, merupakan masa kehidupan sebagai binatang melata dan berjalan. Masa anak (childhood), usia 4-8 tahun, masa manusia pemburu. Masa Puer (youth), usia 8-12 tahun, masa manusia belum beradab. Masa remaja (adolescence), usia 12/13 tahun sampai dewasa, merupakan masa manusia beradab.

Robert J. Havighurst menyusun fase-fase perkembangan atas dasar problema-problema yang harus dipecahkan pada setiap fase.  Tuntutan akan kemampuan memecahkan problema pada setiap fase disebut tugas-tugas perkembangan (developmental tasks). Adapun tugas-tugas tersebut adalah sebagai berikut:

§  Kebergantungan-kemandirian

§  Memberi-menerima kasih sayang

§  Hubungan Sosial

§  Perkembangan kata hati

§  Peran bio-sosio dan psikologis

§  Penyesuaian dengan perubahan badan

§  Penguasaan perubahan badan dan motorik

§  Belajar memahami dan mengontrol lingkungan fisik

§  Pengembangan kemampuan konseptual dan sistem simbol

§  Kemampuan melihat hubungan dengan alam semesta

Jean Piaget mengemukakan tahap-tahap perkembangan dari kemampuan kognitif anak.  Dalam perkembangan kognitif yang terpenting adalah penguasaan dan kategori konsep-konsep. Melalui penguasaan  konsep-konsep itu, anak mengenal lingkungan dan memecahkan berbagai problema yang dihadapi dalam kehidupan.  Terdapat 4 tahap perkembangan kognitif anak :

§  Tahap sensorimotor, usia 0-2 tahun

§  Tahap praoperasional, usia 2-4 tahun

§  Tahap kongkrit operasional, usia 7-11 tahun

§  Tahap formal operasional, usia 11-15 tahun

Erikson, salah seorang tokoh psikoanalisis memusatkan studinya terhadap perkembangan psikososial. Berikut perkembangan psikososial milik Erikson yang paralel dengan psikososial milik Freud.

Tahap

Usia

Krisis Psikososial Erikson

Kemampuan

Perkembangan Psikososial Freud

I

0 – 1

Trust – Mistrust

To get–to give in return

Oral respiratory

II

2-3

Autonomy–Shame, Doubt

To hold on – to let go

 

Anal – Urethral

III

3-6

Initiative-Guilt

To make–to make like playing

Infantil – gential

IV

7-12

Industr-inferiority

To make thing-to  make thing together

Latency

V

12-18

Indentity & Repudation identity diffusion

To be one self – to share being on self

Puberty and adolescence

VI

20-an

Intimacy & Solidarity Isolation

To lose and find one self

Nature Genitality

VII

20-an-50-an

Generativity-Self Absorption

To make be, to take care of

VIII

50-an keatas

Integrity-Dispair have been, to

To be through face not being

 

Perkembangan jiwa Anak dalam pengaruh media

Tuntutan perkembangan jaman dan masa peralihan menuntut individu-individu untuk bersaing ketat. Akibatnya para orang tua dan sekolah lebih fokus pada perkembangan intelegensi anak dari pada perkembangan jiwanya. Tanpa disadari orang tua dan sekolah memberi kemudahan dan menyediakan fasilitas-fasilitas agar anak lebih cerdas dan belajar, tanpa tindakan antisipasi atau pendampingan saat mereka memanfaatkan fasilitas tersebut. Hal ini tentunya kurang bijaksana.

Televisi

Televisi adalah salah satu produk dari era globalisasi industrialisasi. Kasus yang baru-baru ini terjadi akibat tayangan televisi adalah “Smackdown”.  Smackdown pada awalnya merupakan program tayangan impor bidang olahraga wrestling yang segmentasinya ditujukan untuk orang dewasa laki-laki. Program ini menjadi heboh karena terdapat kejadian seorang anak bernama Reza Ikhsan Fadilah berumur 9 tahun siswa kelas III SDN Cingcin I Katapang Kabupaten Bandung, Jawa Barat yang meninggal dunia akibat di “smackdown” temannya sendiri. Kejadian ini berlangsung pada pertengahan November 2006. Reza meninggal setelah sempat sakit seusai bermain gulat bebas bersama tiga temannya. Sejumlah saksi menuturkan, bahwa Reza dipelintir kedua tangannya ke belakang dan kemudian ditindih tiga temannya. Permainan ini dilakukan untuk meniru-niru adegan yang mereka lihat dalam tayangan televisi. Rasa ingin tahu anak-anak ditambah masa pencarian akan tokoh-tokoh yang dapat dijadikan pahlawan atau panutan, mungkin adalah pendorong dari mengapa anak-anak melakukan hal tersebut.

Internet

Produk lain adalah komputer. Saat ini komputer telah dilengkapi dengan sambungan internet. Internet akan membuka sebuah dunia baru untuk mengajarkan keterampilan-keterampilan, baik kognitif maupun emosional dan sosial kepada anak-anak. Seperti televisi, internet juga memiliki dampak negatif terhadap perkembangan jiwa anak. Sebagai contoh, terdapat kasus bahwa anak-anak kabur meninggalkan rumah karena terbujuk oleh sahabat pena dari internet. Ada pula kasus tentang pornografi yang merajalela di internet. Dan yang lebih parah lagi terdapat kasus bunuh diri oleh seorang anak akibat terjerumus dibawah pengaruh situs tertentu yang tidak bertanggung jawab. Meskipun terdapat perangkat lunak seperti cyberportal untuk memblokir alamat web tertentu yang dipandang berbahaya bagi perkembangan jiwa anak, namun tetap saja orang tua sangat dibutuhkan perannya dalam hal ini.  

Melihat karakter perkembangan jiwa anak yang demikian rentan, maka  orang tua, guru, dan pemerintah seharusnya melindungi perkembangan jiwa anak-anak. Salah satu perlindungan dapat dilakukan pada kegiatan pendidikan.

Perkembangan jiwa Anak dalam kegiatan pendidikan

Kegiatan pendidikan adalah kegiatan interaksi antara generasi tua dan muda. Kegiatan tersebut bersifat multi dimensional, sebab kegiatan terdidik tersebut tertuju pada objek terdidik berupa anak manusia yang berbakat. Maka tentunya kegiatan mendidik perlu mempertimbangkan jiwa perkembangan anak.

Peran Orang Tua

Orang tua tidak seharusnya menyerahkan sepenuhnya pendidikan anaknya pada lembaga sekolah. Peran orang tua tetap sangat berdampak pada perkembangan jiwa dan intelektualitas anak. Jika memang waktu adalah kendalanya, maka sebenarnya kualitas waktu yang diperlukan bukan kuantitas. Banyak juga orang tua yang hanya di rumah dan bertemu anaknya sepanjang hari namun tidak berdampak besar pada perkembangan anaknya. Karena tidak memanfaatkan dan melakukan hal-hal yang seharusnya dapat dilakukan. Salah satu cara yang dapat dilakukan orang tua untuk mengembangkan potensi anaknya.

§  Lestarikan kembali budaya mendongeng kepada anak.

Menurut penelitian yang dilakukan seorang ahli, ternyata dongeng mengandung manfaat sebagai berikut: (a) mengembangkan daya imajinasi dan pengalaman emosional, (b) memuaskan kebutuhan ekspresi diri melalui proses identifikasi, (c) memberikan pendidikan moral tanpa menggurui anak, (d) memperlebar cakrawala mental anak, (e) menumbuhkan rasa humor pada anak, (f) memberikan persiapan apresiasi sastra pada anak.

Mendongeng merupakan kegiatan yang menandakan kasih sayang orang tua kepada anak. Melalui dongeng terjadi kegiatan membuka diri, disamping itu berbagai perasaan dan nilai-nilai dapat secara tanpa disadari tertransfer dari orang tua kepada anak. Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa intelegensi anak-anak yang kurang didongengi ternyata lebih rendah dibanding anak-anak yang banyak didongengi.

§  Lestarikan kembali budaya membaca kepada anak.

Kegemaran membaca tidak timbul pada anak sejak lahir. Kegemaran ini tumbuh dengan baik jika lingkunganya mendukung. Disinilah peran aktif orang tua dibutuhkan. Orang tua dapat memberikan kado berupa buku pada perayaan Ultah anaknya, bukan mainan atau video game. Orang tua dapat membuat perpustakaan pribadi di rumahnya dan mengisinya dengan bahan bacaan yang membangun kreatifitas, imajinasi, dan intelektualitas anak.

§  Ajak anak bermain dan berpetualang.

Bermain bagi seorang anak adalah kebutuhan. Dengan bermain anak-anak dapat mengembangkan semua potensi pada dirinya, moral, sosial, ekspresi dan sebagainya. Dengan bermain anak juga dapat menyalurkan energinya serta memiliki kesempatan tertawa bebas dan bercanda.

§  Luangkan waktu untuk mendampingi anak saat menonton program tayangan televisi.

Hampir tidak ada anak yang tidak suka menonton televisi. Berbagai hal yang disajikan televisi memikat anak-anak, membuat mereka menemukan hal-hal yang menyenangkan. Namun tayangan televisi tidak seluruhnya baik ditonton oleh anak pada usia tertentu. Jadi orang tua harus mendampingi anaknya untuk memberikan arahan dn memilih program acara yang aman untuk anak.

Peran Guru

Seorang guru harus menghayati profesinya sebagai seorang pendidik. Tugas dan perannya tidak hanya sebatas anak berhasil menguasai ilmu dan keterampilan tertentu. Tetapi juga bertanggung jawab atas perkembangan jiwa, moral dan perilaku seorang anak. Oleh karenanya, peran seorang guru sama besarnya dengan peran orang tua. Guru yang baik mampu memberi contoh dan menjadi tauladan serta panutan bagi anak didiknya.

Peran Masyarakat

Masyarakat adalah tempat dimana anak-anak akan terjun nantinya jika mereka dewasa. Masyarakat dan lingkungan yang baik akan memberi pengaruh yang baik pula pada perkembangan jiwa anak-anak. Masyarakat yang baik dan terdidik akan membangun bangsa yang maju dan beradab.

penyesuaian Komponen kurikulum untuk perkembangan jiwa anak

Fungsi kurikulum dalam proses pendidikan adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Maka hal ini berarti bahwa sebagai alat, kurikulum memiliki komponen-komponen penunjang yang saling mendukung satu sama lain. Adapun komponen-komponen kurikulum terdiri dari komponen tujuan, isi, proses, dan evaluasi.  

Dengan melihat kemajuan jaman, perubahan yang terjadi di masyarakat dan bagaimana perkembangan jiwa anak pada masa tersebut maka tentunya seorang guru meramu kurikulum sesuai dengan perkembangan yang terjadi. Maka perlu diadakan penyesuaian-penyesuaian terhadap kurikulum dengan perkembangan jiwa anak, dalam hal ini adalah komponen-komponen kurikulum.

Komponen tujuan

Tujuan merupakan hal yang paling penting dalam proses pendidikan. Tujuan mencakup hal-hal yang diinginkan untuk dicapai yang mencakup domain kognitif, afektif dan psikomotor. Domain kognitif mengarah pada perkembangan akal dan intelektual anak didik, domain afektif mengarah pada perkembangan jiwa dan rohani anak didik, sedangkan domain psikomotor mengarah pada perkembangan keterampilan jasmani anak didik. Tujuan pendidikan terkait dengan domain-domain tersebut jika dirinci lebih lanjut adalah sebagai berikut.

Tujuan Pendidikan Nasional, Merupakan tujuan yang paling tinggi dalam hirarkhi tujuan-tujuan yang ada, yang bersifat ideal dan dikaitkan dengan falsafah Pancasila.

Tujuan Institusional, Merupakan tindak lanjut dari tujuan pendidikan nasional. Sistem pendidikan Indonesia memiliki jenjang yang melembaga pada suatu tingkatan. Tiap lembaga tersebut memiliki tujuan pendidikan yang disebut sebagai tujuan institusional.

Tujuan Kurikuler, Merupakan tindak lanjut dari tujuan institusional. Dalam melaksanakan pendidikan di suatu lembaga pendidikan, isi pengajaran yang disusun diharapkan dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Suatu lembaga pendidikan memiliki tujuan kurikuler yang biasanya dapat dilihat di GBPP dari suatu bidang studi.

Tujuan Instruksional, Merupakan tujuan yang bersifat operasional. Diharapkan dapat tercapai pada saat terjadinya proses pembelajaran yang bersifat langsung dan terjadi di setiap pembahasan.

Komponen tujuan merupakan titik awal dari proses penyesuaian kurikulum dengan perkembangan jiwa anak. Pendidikan bertujuan mengembangkan pribadi yang utuh dan serasi baik di dalam dirinya maupun dengan lingkungan secara menyeluruh.  Kurikulum yang sesuai dengan perkembangan jiwa anak adalah kurikulum yang menjamin pengembangan pribadi, aktulisasi diri, dan segala potensi anak secara utuh.  Penyesuaian tujuan kurikulum diarahkan kepada perkembangan jiwa anak dengan memperhatikan perkembangan psikososial dan agama.

Dalam hal ini seorang guru dapat meramu pada tingkat tujuan instruksional yang bersifat operasional. Bagaimana meramu tujuan instruksional yang sesuai dengan perkembangan jiwa anak, adalah tergantung pada kreativitas guru bidang studi masing-masing. Sebagai contoh untuk bidang studi Teknologi Komunikasi dan Informasi (TIK) pada jenjang SMA. Anak SMA (usia 15-18 tahun) menurut krisis psikososial Erikson masuk pada masa identifikasi jati diri dengan kemampuan menjadi diri sendiri. Melihat hal ini seorang guru TIK dapat menyusun tujuan instuksional bidang studi TIK yang mengakomodasi perkembangan jiwa anak pada masa tersebut. Siswa mampu mengembangkan web site pribadi contohnya, berisi tentang profil diri masing-masing siswa. Siswa akan sangat tertarik dan bersemangat mengerjakan tugas tersebut.

Komponen ISI

Komponen isi merupakan materi yang diprogramkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan. Isi atau materi yang dimaksud merupakan bidang studi/mata pelajaran.

Prinsip Pengembangan Isi Kurikulum

Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut.

a.      Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya

Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.

b.     Beragam dan terpadu

      Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.

cTanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan,  teknologi,  dan seni

      Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

d.     Relevan dengan  kebutuhan kehidupan

Pengembangan kurikulum dilakukan dengan   melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan  kemasyarakatan, dunia usaha dan  dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi,  keterampilan  berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.

e.      Menyeluruh dan berkesinambungan

Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.

f.        Belajar sepanjang hayat

Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.

g.      Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

Saat ini tampak bahwa para pengembang kurikulum lebih mengutamakan penyusunan isi/bahan secara logis dan sistematis daripada menyelaraskan urutan isi dengan kemampuan berfikir dan perkembangan jiwa anak.  Mereka umumnya kurang memperhatikan bagaimana siswa belajar sehubungan dengan perkembangan jiwa yang sedang terjadi pada anak usia tertentu. Penyesuaian isi kurikulum dengan perkembangan jiwa anak dapat ditempuh dengan cara berikut:

a.       Isi yang berhubungan dengan tujuan pendidikan

§  Apa isi kurikulum yang direncanakan itu bermakna dan benar-benar valid serta berguna untuk menafsirkan, memahami dan menilai kehidupan yang kontemporer?

§  Apakah isi kurikulum itu berhubungan dengan masalah kehidupan?

§  Apakah isi kurikulum bermaksud memajukan pertumbuhan dan perkembangan yang seimbang pada jiwa anak yang besangkutan sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan?

b.      Isi yang berhubungan dengan sifat anak

§  Apa isi kurikulum berguna untuk memberi kepuasaan terhadap usaha menjawab tantangan, minat dan masalah para anak?

§  Apa isi kurikulum tersebut sesuai dengan tingkat perkembangan, kematangan dan latar belakangan pengalaman anak?

§  Apa isi kurikulum tersebut mampu mengadaptasikan dan melayani perbedaan individual anak?

c.       Isi yang bertalian dengan proses pendidikan

§  Apa isi kurikulum itu mampu membantu terciptanya situasi belajar yang berkesinambungan, dan interaktif, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara efektif, efisien dan mandiri?

§  Apa isi kurikulum yang direncanakan itu mampu mengembangkan kemampuan asosiasi pada diri anak dengan kehidupan sehari-hari dalam masyarakat?

§  Apa isi kurikulum itu mengandung motivasi intrinsik pada diri anak yang mendorong kegiatan belajar?

§  Apa isi kurikulum tersebut menjamin keseimbangan antara bidang-bidang studi dan menjamin keseimbangan dengan kekuatan-kekuatan pendidik lainnya?

Komponen Proses belajar

Prinsip Pelaksanaan Kurikulum

Dalam pelaksanaan kurikulum di setiap satuan pendidikan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut.

a.       Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan menyenangkan.

b.      Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu: (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

c.       Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.

d.      Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarsa sung tulada (di belakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan prakarsa, di depan memberikan contoh dan teladan).

e.       Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multi strategi dan multi media, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam takambang  jadi guru (semua yang terjadi, tergelar dan berkembang di masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan sumber belajar, contoh dan teladan).

f.       Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.

g.      Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.

Strategi

Dalam proses pembelajaran guru perlu memahami dan menguasai strategi pembelajaran. Strategi menunjuk pada suatu pendekatan, metode dan peralatan mengajar. Strategi merupakan cara yang digunakan oleh seorang guru dalam proses pembelajaran. Strategi yang tepat akan mengantarkan pada suatu hasil belajar yang memuaskan.

Media dan Sarana

Media dan sarana merupakan alat bantu untuk memudahkan anak didik dan guru dalam proses pembelajaran. Penggunaan media dalam proses pembelajaran sangat disarankan agar materi dapat tersampaikan dengan baik. Media yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan materi yang diajarkan. Terdapat bermacam-macam bentuk media mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. Penggunaan media yang tepat dalam arti sesuai dengan materi yang diajarkan akan mampu mewujudkan hasil belajar yang memuaskan.

Proses belajar yang berlangsung merupakan proses terbentuknya konsep pengetahuan pada anak, oleh karena itu proses belajar harus disesuaikan dengan perkembangan jiwa anak.  Dewasa ini kurikulum didasarkan pada prinsip belajar siswa aktif.  Artinya proses belajar itu, anak dituntut belajar secara aktif, melakukan kegiatan, merasakan adanya masalah dan berusaha menemukan sendiri pemecahannya.  Namun demikian seharusnya guru pun harus aktif  dalam merencanakan, merancang pikiran dan jiwa anak, membimbing, menilai dan sebagainya, sehingga mampu menghasilkan proses belajar yang selaras dengan perkembangan jiwa anak.

Dalam hal ini ada beberapa prinsip belajar yang dapat dijadikan pegangan dalam pelaksanaan proses belajar, yaitu:

§  Belajar itu senantiasa bertujuan.

§  Belajar berdasarkan kebutuhan dan motivasi anak.

§  Belajar berarti mengorganisasi pengalaman.

§  Belajar memerlukan pemahaman.

§  Belajar bersifat keseluruhan (utuh atau umum), disamping khusus.

§  Belajar memerlukan ulangan dan latihan.

§  Belajar memperhatikan perbedaan individual dan jiwa anak.

§  Belajar harus bersifat kontinyu (ajeg).

§  Dalam proses belajar senantiasa terdapat hambatan-hambatan.

§  Hasil belajar adalah dalam bentuk perubahan perilaku anak secara menyeluruh.

Komponen evaluasi

Evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan serta menilai proses pelaksanaan mengajar secara keseluruhan.  Tiap kegiatan akan memberikan umpan balik, demikian juga dalam pencapaian tujuan-tujuan belajar dan proses pelaksanaan mengajar.  Umpan balik tersebut digunakan untuk mengadakan berbagai usaha penyempurnaan.  Baik bagi penentuan dan perumusan tujuan mengajar, penentuan bahan ajar, strategi dan media mengajar.

Evaluasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas hasil pembelajaran. Evaluasi dapat dilakukan melalui tes. Tes dapat dibuat secara kualitatif dan kuantitatif. Bentuk tes yang digunakan dapat berupa:

§  Pilihan ganda, bentuk ini dapat mencakup banyak materi pelajaran, penskoran objektif, dan bisa dikoreksi dengan komputer. Namun membuat butir soal pilihan ganda yang berkualitas cukup sulit. Bentuk ini digunakan untuk ujian yang melibatkan banyak siswa dan waktu koreksi yang singkat. Tingkat berpikir yang diukur bisa tinggi tergantung pada kemampuan pembuat soal (Ebel, 1979).

§  Uraian Objektif, bentuk ini cocok untuk mata pelajaran yang batasnya jelas seperti Matmatika dan IPA. Tingkat berpikir yang diukur bisa sampai pada tingkat yang tinggi.

§  Uraian bebas,  bentuk ini cocok untuk bidang ilmu-ilmu sosial. Tingkat berpikir yang diukur bisa sampai pada tingkat yang tinggi.

§  Uraian singkat, digunakan untukmengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman siswa. Jumlah materi yang diujikan bisa banyak, namun tingkat berpikir yang diukur cenderung rendah.

§  Menjodohkan, digunakan untuk mengetahui fakta dan konsep.

§  Performans,  digunakan untuk mengukur kemampuan seseorang dalam melakukan tugas tertentu.

§  Portfolio, digunakan untuk mengetahui perkembangan unjuk kerja siswa, dengan mengumpulkan karya-karya yang dihasilkan.

Berbicara tentang evaluasi perlu memperhatikan jenjang atau tingkat serta dampaknya, apakah dampak pengajaran atau dampak pengiring. Bentuk evaluasi belajar yang dilakukan disesuaikan dengan perkembangan jiwa anak pada saatnya. Beragam bentuk tes yang ada belum tentu sesuai untuk semua jenjang/usia. Perlu disesuaikan pula dengan jenis materi/konten. Bentuk tugas pun dapat disesuaikan dengan tujuan/dampak yang diharapkan. Dapat berupa tugas kelompok dan individu.

Sebagai contoh anak pada usia SD dan SMP dengan dan tingkat berpikir yang diukur tidak tinggi maka guru dapat menggunakan bentuk tes pilihan ganda atau  menjodohkan. Sedangkan untuk anak usia SMA yang perkembangan jiwanya berada diatas usia SD dan SMP dan cara berpikir yang sudah cukup matang maka bentuk tes yang digunakan seharusnya yang lebih dari sekedar menjawab, meyebutkan atau menjodohkan. seharusnya sudah pada tahap analisis dan evaluasi atau dapat menggunakan uji performans dan portfolio.

Kurikulum merupakan suatu rancangan pendidikan. Suatu rancangan, akan menentukan pelaksanaan dan hasil-hasil pendidikan.  Pendidikan mempersiapkan generasi muda untuk terjun di lingkungan masyarakat.  Pendidikan memberikan bekal pengetahuan, keterampilan, serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. 

Anak-anak merupakan bagian dari masyarakat.  Anak-anak adalah pebelajar (usia 4-18 tahun/sub adolesence) harus mendapatkan pendidikan yang layak baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat yang kemudian akan diarahkan bagi kehidupan dalam masyarakat pula.  Dalam meramu komponen kurikulum guru dapat melakukan penyesuaian dengan cara mengubah buku yang digunakan, mengubah jam (termasuk menambah/mengurangi), mengubah media dan mengubah isi dalam kurikulum disesuaikan dengan konteks dan perkembangan yang sedang berlangsung dalam jiwa anak didik.

Negara Indonesia yang terdiri dari kurang lebih 34 propinsi, 360-400 kota, 7000 desa dan 450-1000 suku bangsa idealnya memiliki sekolah laboratorium di setiap propinsinya. Dan sudah saatnya setiap sekolah memiliki peta kemajuan sekolah. Yang kemudian peta tersebut disebarluaskan kepada masyarakat baik lapis atas, tengah dan bawah.

Bagaimanapun penyesuaian kurikulum dan perkembangan jiwa anak yang dilakukan, akan memerlukan kerjasama dari lima lembaga pendidikan. Terutama sekali lembaga keluarga dalam hal ini adalah orang tua. Orang tua bekerja sama dengan sekolah dan masyarakat membantu dan memotivasi anak untuk belajar, membantu sekolah meningkatkan hasil belajar anak, dan melengkapi fasilitas belajar.

Dengan pendidikan, tidak diharapkan muncul manusia-manusia yang asing terhadap lingkungan masyarakatnya. Tetapi manusia yang bermutu, mengerti dan mampu membangun masyarakatnya.  Oleh karena itu komponen-komponen kurikulum harus diramu sesuai dengan nilai-nilai yang berkembang di tengah masyarakat baik secara agama, sosial budaya, teknologi, dunia usaha dan industri.

 

“ Children learn what they live, … ”

 

Pustaka

Dimyati, Moh. 2001. Keilmuan Pendidikan Dasar: Suatu Pemenuhan Kebutuhan Vital Pendidikan di Indonesia. Malang: IPTPI

Dimyati, M. 1996. Landasan Pendidikan: Analisis Keilmuan, Teorisasi dan Praktek Pendidikan. Malang: Dikbud

Ebel, R.L. 1979. Essentials of Education Measurement. New Jersey: Merril Prentice Hall.

Gagne, Robert M. 1987. Instructional Technology: Foundations. New Jeysey: Lawrence Erlbaum Associates

Hamalik, Oemar. 2006. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia dengan PT Remaja Rosdakarya

 Idi, Abdullah. 1999. Pengembangan Kurikulum : Teori dan Praktek. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Marsh, Colin J and Willis, Geombangarge. 2003. Curriculum: Alternative Approaches, Ongoing Issues. New Jeysey: Merril Prentice Hall

McNeil, John D. 1990. Curriculum: A Comprehensive Instroduction. London: Scott Foresman Lttle Brown

Moore, Kenneth d. 2005. Effective Instructional Strategies From Theory to Practice. London: Sage Publications

Pradipto, Y. Dedy. 2007. Belajar Sejati VS Kurikulum Nasional: Kontestasi Kekuasaan dalam Pendidikan Dasar. Yogyakarta: Kanisius

Ratnawati, Shinta. 2002. Sekolah Alternatif untuk Anak. Jakarta: Kompas.

Shapiro, Lawrence E.  2001. Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

White, Roger Crombie. 2005. Curriculum Innovation: A Celebration of Classroom Practice.  Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.