Ketika kita berpikir tentang keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar, seringkali kita memahami keterlibatan tersebut dengan kegiatan yang berkaitan dengan perilaku yang baik (keterlibatan perilaku), perasaan positif (keterlibatan emosional), dan pemikiran yang mendalam (keterlibatan kognitif). Hal ini mungkin karena siswa terbiasa diinvestasikan dalam kegiatan tertentu tanpa benar-benar mengerahkan upaya yang diperlukan untuk memahami dan menguasai pengetahuan, kerajinan, atau keterampilan kegiatan yang diinginkan atau dipromosikan.
Dalam hal ini, penelitian menunjukkan bahwa mempertimbangkan unsur-unsur yang saling terkait berikut saat merancang dan melaksanakan kegiatan belajar dapat meningkatkan keterlibatan perilaku, emosional, dan kognitif siswa, sehingga secara positif mempengaruhi prestasi akademik.
- Buatlah Bermakna
Untuk keterlibatan penuh, adalah penting bahwa siswa menganggap kegiatan yang diikuti memiliki makna atau bermakna. Penelitian telah menunjukkan bahwa jika siswa tidak menganggap kegiatan belajar layak bagi usaha mereka, mereka tidak mungkin terlibat dalam cara yang memuaskan, atau bahkan melepaskan diri atau tidak menghiraukan (Fredricks, Blumenfeld, Paris, 2004). Untuk memastikan bahwa kegiatan memiliki makna secara pribadi, kita dapat, misalnya, menghubungkan mereka dengan pengetahuan sebelumnya dan pengalaman siswa, menilai suatu kegiatan dengan cara pribadi. Juga, pemodelan ahli atau mendatangkan ahli dari dunia nyata didalam kelas dapat membantu menunjukkan mengapa aktivitas tertentu bernilai, kapan dan bagaimana ia digunakan dalam kehidupan nyata.
- Tumbuhkan Rasa Keberhasilan
Gagasan self-efficacy mengacu pada evaluasi pribadi yang sedang berlangsung , apakah ia bisa berhasil dalam kegiatan belajar atau tantangan. (“Dapatkah saya melakukan ini?”) Para peneliti berpendapat bahwa secara efektif melakukan kegiatan positif dapat mempengaruhi keterlibatan berikutnya (Bandura & Schunk, 1981). Untuk memperkuat rasa keberhasilan siswa dalam kegiatan belajar, kegiatan yang ditugaskan harus:
- Tingkat kesulitan sedikit diatas kemampuan siswa
- Teratur menunjukkan pemahaman tentang kegiatan kepada siswa
- Datangkan Model atau orang yang telah berhasil
- Sertakan umpan balik yang membantu siswa membuat kemajuan.
- Berikan Dukungan Penuh
Dukungan mengacu dalam memelihara rasa siswa atas perilaku dan tujuan mereka sendiri. Dukungan Penuh dapat dilaksanakan dengan:
- Menghargai pendapat dan ide-ide siswa ke dalam kegiatan
- Menggunakan informasi, bukan bahasa perintah dengan siswa
- Memberikan siswa waktu yang mereka butuhkan untuk memahami dan menyerap suatu kegiatan sendiri.
- Gunakan Belajar Kolaborasi
Pembelajaran kolaboratif adalah fasilitator lain yang kuat dari keterlibatan dalam kegiatan pembelajaran. Dalam membuat kerja kelompok lebih produktif, strategi dapat diimplementasikan untuk memastikan bahwa siswa tahu bagaimana berkomunikasi dan berperilaku dalam pengaturan itu. Pemodelan guru adalah salah satu metode yang efektif, sambil menghindari kelompok homogen dan pengelompokan berdasarkan kemampuan, mendorong akuntabilitas individu dengan menetapkan peran yang berbeda, dan mengevaluasi baik siswa dan kinerja kelompok juga mendukung pembelajaran kolaboratif.
- Membangun Hubungan Positif Guru-Siswa
Hubungan guru-siswa yang berkualitas tinggi merupakan faktor kunci dalam menentukan keterlibatan siswa (Fredricks, 2014), terutama dalam kasus siswa yang sulit dan mereka yang berasal dari latar belakang sosial ekonomi rendah. Ketika siswa membentuk hubungan dekat dan peduli dengan guru mereka, mereka memenuhi kebutuhan perkembangan mereka untuk koneksi ke orang lain dan rasa memiliki di masyarakat (Scales, 1991). Hubungan guru-murid dapat difasilitasi oleh:
- Peduli kebutuhan sosial dan emosional siswa
- Memegang sikap dan antusiasme positif
- Peningkatan waktu tatap muka persiswa
- Memperlakukan siswa secara adil
- Menghindari penggunaan penipuan atau janji.
- Promosikan Penguasaan Orientasi
Perspektif kegiatan belajar siswa juga menentukan keterlibatan mereka. Ketika siswa mengejar suatu kegiatan karena mereka ingin belajar dan memahami (yaitu penguasaan orientasi), bukan hanya untuk mendapatkan nilai yang baik, terlihat pintar, atau ingin mengungguli (yaitu orientasi kinerja), keterlibatan mereka lebih cenderung penuh dan menyeluruh (Anderman & Patrick, 2012). Untuk mendorong penguasaan ini orientasi pola pikir, mempertimbangkan berbagai pendekatan, seperti membingkai sukses dalam hal pembelajaran daripada melakukan (misalnya mendapatkan nilai yang baik). Juga, menempatkan penekanan pada kemajuan individu dengan mengurangi perbandingan sosial (misalnya membuat nilai pribadi) dan mengakui peningkatan siswa dan usaha